Rabu, 17 Desember 2008

Teknologi Perang

































































































































Technology of War

TEKNOLOGI PERANG

A. Pendahuluan

Pada umumnya umat manusia lebih menginginkan terciptanya kedamaian ketimbang perang yang lebih banyak menyisakan luka ketimbang suka. Mao Zedong, pemimpin komunis Cina mengemukakan bahwa perang merupakan kelanjutan politik dengan pertumpahan darah. Dari setiap sejarah perang yang pernah terjadi di muka bumi, demi memenangkan sebuah peperangan, orang akan bersedia mengorbankan uang banyak untuk mengembangkan teknologi secanggih canggihnya agar dapat mengalahkan musuhnya, dengan kata lain teknologi perang dijadikan sebagai alat untuk memenangkan sebuah peperangan.

Walaupun dianggap tidak menyenangkan, perang tidak dapat dihindari. Dalam sejarah Barat, pertanyaan yang terus menerus diajukan adalah dapatkah penggunaan kekerasan dibenarkan secara moral untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai suatu moral ? Bila membunuh dapat dibenarkan, apakah batasan-batasan moral yang harus diberikan ? sehingga muncul doktrin yang mengatur perang dianggap sah, yaitu suatu upaya untuk membenarkan peperangan dengan melindungi mereka yang tidak bersalah, meminimalkan kematian, dan melaksanakan perang dalam batas-batas yang ditetapkan.

Lawan kata berperang adalah berdamai. Damai memiliki banyak arti. Arti kedamaian menunjuk kepada persetujuan untuk mengakhiri sebuah perang. Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, dan damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri seseorang dan akhirnya damai. Konsepsi tentang damai bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan budaya lingkungan. Sebuah definisi yang sederhana dan sempit dari kata damai adalah ketiadaan perang.

Ada beberapa faktor mengapa negara memilih perang, yaitu : Pertama, karena ambisi untuk menunjukan eksistensi dan menunjukan kekuatan (power showing) agar memperoleh kedudukan pada urusan politik terkait. Kedua, Konflik dan perang adalah bisnis model baru yang sangat menguntungkan. Ketiga, faktor kemiskinan, yaitu ketidak adilan dan gap sosial yang terlalu besar.

Perubahan-perubahan teknologi perang tampaknya terjadi dan terus melaju seiring dengan berakhirnya perang dingin. Pada perang dunia I masih digunakan senjata-senjata manual, tetapi setelah pada perang dunia II sudah mulai digunakan senjata otomatis dan semi otomatis. Hingga akhirnya terciptanya Teknologi maju yang dapat mengakhiri perang dunia II yaitu dengan dibuatnya bom atom (nuklir) yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki Jepang.

Indonesia sebagai negara memiliki kekuasaan dan wewenang terhadap wilayahnya sendiri. Teknologi perang sebagai alat yang dapat digunakan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI dirasa perlu adanya penyesuaian dan penyeimbangan dengan negara-negara tetangga maupun negara di dunia, agar senantiasa dapat menjaga keutuhan NKRI dari campur tangan pihak lain yang ingin menguasai wilayah territorial Indonesia. Kekuatan militer Indonesia mengecap masa-masa keemasannya di era Orde Lama dan awal Orde Baru. Bahkan keunggulan militer Indonesia diabadikan dalam sebuah buku yang berjudul ‘Kopassus’ yang ditulis oleh Ken Conboy.

A. Perkembangan Teknologi Perang

Padamulanya teknologi perang bukan hal baru pada tahun 1494. Teknologi perang berupa senjata telah digunakan sejak abad ke 14 dan telah berkembang efektif sejak pertengahan abad ke-15. Pada tahun 1453 orang Turki menggunakan cannon untuk menerobos tembok pertahanan konstantinopel. Pada tahun yang sama artileri baru yang diciptakan oleh Gureau bersaudara melengkapi kehancuran kedudukan Inggris di Perancis.

Apa yang baru pada teknologi perang tahun 1494 adalah daya pukul dan mobilitas yang lebih canggih dari cannon, namun apa yang revolusioner adalah tanggapan terhadapnya, skala keterkejutan di negara-negara Kota Italia melahirkan suatu tanggapan penyesuaian terhadap kubu pertahanan. Kubu pertahanan Italia telah berubah dalam menanggapi masalah mesiu sejak tahun 1470an dan para arsitektur Italia paling maju dalam melahirkan gagasan baru, pada awal abad 16 adalah kurun waktu percobaan dan inovasi berkesinambungan. Menjelang tahun 1530an contoh kubu pertahanan system baru yang pertama selesai dibangun dan menjadi solusi standar bagi artileri selama tiga ratus tahun berikutnya. Ini dibuat berdasarkan tembok tirai yang ditimbun tanah agar tahan tembakan artileri karena dibangun dibelakang galian dan dilindungi oleh lapisan tanah dengan sudut miring yang dikeraskan. Tembok memiliki benteng yang terdekat dengan sudut tembakan yang saling susun tindih. Mereka yang shidup pada masa itu sudah mengetahui tentang sumber inovasi itu sehingga tataletak baru kubu pertahanan yang dilindungi panah berkepala tajam itu mereka namai trace Italienne / Benteng pelindung Italia.

Senjata mesiu pada akhir pertengahan Kekaisan Romawi kebanyakan tentara menggunakan kombinasi senjata tombak dan senjata api. Penggunaan bayonet secara meluas pada tahun 1690-an memampukan setiap prajurit menjadi seorang unit perang (Muskeeter) meningkatkan daya tembak tentara secara dashyat.

Inovasi revolusi mesiu pada abad 19 adalah terbatas, namun pada tahun 1850, revolusi industri mengubah perang secara cepat dan berkesinambungan dan oleh karenanya beberapa pimpinan militer dan intelektual militer berusaha keras mengadakan penyesuaian dalam perubahan senjata, tetapi para cendekiawan modern menyadari hal itu. Sebagaimana yang terjadi pada awal abad ke 16, perubahan itu didorong oleh teknologi baru. Apa yang berbeda kali ini adalah bahwa perubahan teknik tidak terbatas pada senjata saja melainkan juga bahwa perubahan teknik itu bersifat kumulatif dan berkesinambungan. Sejumlah inovasi merombak secara mendasar kondisi fisik perang.

Selama Perrang Dunia, tekologi perang berkembang dengan tampilnya tank dan pesawat udara sebagai senjata tempur. Program yang mendominasi perang modern seperti tank dan atau pesawat tempur pada awalnya merupakan versi pengembangan teknologi akhir pada tahun 1940-an, namun setelah itu timbul Perang dingin yang menampilkan senjata nuklir sebagai teknologi perang terbaru. Senjata nuklir mengubah hakikat perang secara mendasar karena senjata itu meruntuhkan kerasionalan perang. Sebelumnya, perang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Senjata Nuklir dapat menciptakan perang total dimana baik negara maupun masyarakat kekuatan yang bersaing bisa hancur lebur.

B. Nuklir

Kontroversi mengenai senjata nuklir sebenarnya telah muncul sebelum senjata maut ini terwujud menjadi kenyataan. Hal ini bermula pada awal Perang Dunia II dengan adanya kekhawatiran, khususnya diantara para ahli fisika di Barat, bahwa Hitler telah mmemiliki kemampuan untuk mengembangkan senjata nuklir. Atas permintaan kawannya, Leo Szilard pada tanggal 2 Agustus 1939 Albert Einstein menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin D. Rosevelt yang intinya antara lain menyarankan agar AS mengembangkan bom atom (uranium) sebelum Nazi membuatnya.

Pada tanggal 6 Desember 1941, atau 1 hari sebelum Pearl Habour di serang Jepang, Administrasi Pemerintah AS memutuskan untuk mulai proyek pembuatan bom atom, yang pada bulan Agustus 1942 secara resmi diberi nama Proyek Manhattan dibawah pimpinan fisikawan terkemuka Robert Oppenheimer. Tidak kurang dari empat tahun dibutuhkan oleh ahli-ahli fisika ternama dari AS dan negara-negara lainnya, seperti Inggris, sebelum akhirnya uji coba pertama bom atom dengan kode “Trinity” dapat terlaksana pada tanggal 16 Juli 1945 di padang Alamogordo, New Mexico, AS.

Ketika kemudian terbukti bahwa Jerman tidak memiliki senjata nuklir seperti yang diberitakan, giliran Leo Szilard menulis surat kepada Presiden AS, tapi kali ini memperingatkan bahaya yang dimiliki senjata ini terhadap dunia dan umat manusia. Banyak ahli fisika yang kemudian bergabung menanda-tangani petisi menentang penggunaan senjata ini tehadap Jepang. Namun, usul kelompok ilmuwan ini ditolak karena, pertama, uji coba mungkin belum sepenuhnya berhasil; dan Kedua, tanggal 9 Agustus 1945 merupakan batas akhir kesepakatan yang dibuat Uni Soviet untuk menyatakan perang terhadap Jepang.

Penggunaan bom atom atas Hirosima dan Nagasaki memang telah berhasil mengakhiri Perang Dunia II untuk kemenangan sekutu. Namun, dilain pihak pengalaman itu telah mengubah sikap sebagian masyarakat dunia akan bahaya penggunaan senjata nuklir pada umumnya dalam situasi perang. Kekhawatiran ini kemudian terbukti karena tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II justru muncul Perang Dingin di antara negara-negara sekutu itu sendiri dalam kerangka perbedaan ideology dan persaingan untuk merebut dominasi atau hegemoni di dunia. Sejak saat itu kontroversi mengenai senjata nuklir mulai menjadi topic utama dalam hubungan internasional, khususnya dalam kerangka Perang Dingin antara AS dan Unisoviet (US) beserta sekutu-sekutu mereka dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan PAkta Warsawa (Warsawa Pact ).

Masa Perang Dingin ditandai dengan perlombaan senjata (nuklir) secara besar-besaran antara kedua negara adi daya beserta kedua blok militer NATO dan Pakta Warsawa untuk mewujudkan ambisi mereka menjadi negara adi daya (superpower). Ketika Perang Dingin berakhir pada penghujung 1980-an ditandai dengan runtuhnya paham komunisme dan bubarnya negara Unisoviet. Sebagian besar masyarakat dunia berharap datangnya babak baru dalam hubungan antara bangsa, dan dalam konteks ini khususnya dalam upaya perlucutan senjata nuklir. Awal dekade 1990-an diharapkan akan menjadi awal peredaan ketegangan dan ancaman pernag nuklir.

Data Jumlah senjata ofensif strategis Amerika Serikat dan Unisoviet tahun 1979 .

A.S.

S.U.

Peluncur ICBM

1045

1398

Peluncur Tetap ICBM

1045

1398

Peluncur ICBM dilengkapi dengan MIRV

550

608

Peluncur SLBM

656

950

Peluncur SLBM dilengkapi dengan MIRV

496

144

Pesawat Pembom berat

573

156

Pesawat Pembom berat dilengkapi peluru kendali dengan jarak jelajah tak melebihi 600 km

3

0

ASBM(peluru balistik Udara-kedarat

0

0

Senjata-senjata nuklir yang dimiliki AS dan Rusia berhasil dikurangi secara substansial antara lain dengan ditanda tanganinya perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START I tahun 1991) START II tahun 1993.

Energy yang dihasilkan oleh senjata nuklir berasal dari inti atom, yang terjadi lantaran proses fusi inti, yang terjadi dalam tempo sepersekian detik. Ledakan ini menimbulkan pemusnahan mahadahsyat lantaran hempasan dan ledakan gelombang radiasi. Diperkirakaran diseluruh dunia ada lebih dari 20.000 hulu ledak nuklir yang dimiliki oleh the nuclear club ( AS, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina ). Jumlah daya ledak dari seluruh persediaan nuklir kira-kira sama dengan satu juta bom yang dijatuhkan di Hirosima, yang hanya berkekuatan 13 kiloton. (satu kiloton setara dengan 1.000 ton TNT atau bahan peledak konvensional; satu megaton setara dengan 1.000.000 ton TNT). System kesenjataan strategis nuklir jika jarak jangkauan sasarannya lebih dari 6400 km (3450 mil laut); jarak sedang antara 800-2.400 km (430-1300 mil laut); jarak pendek dibawah 800 km (430 mil laut).

Perkembangan lain yang mengkhawatirkan dan kurang menguntungkan baik selama maupun pasca Perang Dingin adalah munculnya “negara-negar ambang nuklir” (thereshold countries) yang memiliki potensi untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, seperti Argentina, Brazil, Afrika Selatan, Libya, India, Pakistan, Iraq, Iran, Israel dan juga Korea Utara.

C. Kondisi Teknologi Perang Indonesia

Beberapa negara besar di dunia,mengkhawatirkan jika negara berkembang atau negara-negara yang tidak berhaluan sama dengan mereka (misalnya negara yang tidak menerapkan model demokrasi seperti mereka, atau negara-negara Islam) memiliki kemampuan militer dan teknologi pertahanan serta teknologi energi negara yang tinggi. Kecurigaan mereka akan menjadi-jadi apabila sebuah negara yang dianggap bukan rekannya mengembangkan sistem persenjataan mutakhir, atau mengembangkan teknologi melalui pemanfaatan energi nuklir. Maka tudingan sebagai negara yang akan mengancam keamanan dunia akan dilontarkan.

Sikap tersebut di atas dilakukan untuk menghindari munculnya kekuatan militer baru yang mengancam kekuasaan mereka dalam menguasai kehidupan dunia, sehingga pengembangan militer dan peningkatan teknologi senantiasa ditekan sampai tingkat yang paling rendah, agar mereka dengan leluasa menciptakan ketergantungan yang tinggi bagi negara-negara lain terhadapnya.

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk banyak dengan luas negara terdiri atas kepulauan dan perairan, melahirkan potensi kekuatan pertahanan dan ekonomi yang sangat tangguh seandainya dikelola dengan arif dan benar. Jumlah penduduk yang besar merupakan cerminan luar pasar yang besar bagi komoditi barang dan jasa, luas negara yang terdiri atas pulau-pulau menggambarkan kebutuhan yang tinggi terhadap teknologi transfortasi, komunikasi, dan telekomunikasi. Apabila negara membiarkan pengembangan teknologi diserahkan kepada penemuan asing, baik teknologi komunikasi, transfortasi, komunikasi dan teknologi pertahanan keamanan, maka Indonesia sedang rido berada pada pengaruh asing, serta bersedia bergantung kepada perkembangan teknologi asing.

Kewibawaan bangsa dalam pergaulan antar bangsa di dunia sangat dipengaruhi oleh kekuatan teknologi yang digali dan ditemukan mandiri, baik teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, maupun teknologi perlindungan terhadap keutuhan bangsa dari intervensi asing dalam bentuk apapun. Dalam kaitan ini maka sangat diperlukan perhatian lebih dari pemerintah Indonesia terhadap pengembangan lembaga pendidikan yang menuju kepada peningkatan teknologi bangsa melalui pengembangan sarana dan prasaran pendidikan, baik berupa dana pendidikan maupun fasilitas penelitian yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya, serta memudahkan masyarakat untuk mengembangkan daya kreasi dan inovasinya. Demikian pula diperlukan perhatian khusus bagi pengembangan teknologi militer, sebab masyarakat Indonesia terutama sipil sangat bergantung kepada kecakapan militer pada saat negara berada dalam ancaman invasi asing, artinya militer merupakan kekuatan perlindungan keselamatan masyarakat dari ancaman. Kekuatan perlindungan militer terhadap masyarakat akan tinggi seandainya mereka memiliki teknologi pertahanan yang memadai. Jika TNI memiliki teknologi tinggi dan kecakapan anggotanya profesional, maka kejadian hilangnya pulau atau disintegrasinya Timor Timur tidak akan terjadi.

Penguasaan teknologi yang dikembangkan melalui lembaga pendidikan dan lembaga penelitian baik sipil maupun militer, akan melahirkan kemampuan mengembangkan teknologi secara mandiri, sebab Indonesia memiliki penduduk yang cerdas, mereka telah menguasai teknologi Aerospace melalui IPTN, murid dan mahasiswanya telah teruji sebagai pemenang olimpiade fisika, biologi dan cabang ilmu lainnya. Sehingga apabila pemerintah konsisten mengembangkan teknologi berbasis kemampuan SDM dalam negeri akan berhasil dicapai, sebab putra bangsa telah mampu menguasai teknologi satelit komunikasi, navigasi maupun intelegensi global, artinya secara mandiri Indonesia telah memiliki kemampuan selama pemerintah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk keperluan pengembangan tersebut.

Penemuan teknologi oleh putra bangsa, senantiasa akan mengembangkan kreativitas masyarakat dalam membuat produk-produk lain di dalam negeri, sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhi oleh produksi nasional dan tidak lagi bergantung kepada produk asing, serta pemerintah tidak akan gaman apabila tidak mengikuti pergaulan dunia apabila berdampak kepada penyengsaraan rakyat sendiri. Hal ini mengandung arti kewibawaan bangsa dan kemandirian bangsa akan tercapai.

Peningkatan fasilitas pendidikan dan konsisten terhadap penciptaan kemudahan masyarakat untuk memperoleh pendidikan (tidak mahal) untuk mengembangkan teknologi nasional dan meningkatkan fasilitas peningkatan penguasaan teknologi militer, maka ketergantungan terhadap asing dapat dihalau dengan segera.

Teknologi perang juga menjadi salah satu penentu utama dalam hal menjaga kewibawaan suatu negara yang menjadikan simbol negara mempunyai kekuatan yang diperhitungkan oleh dunia conto halnya Kondisi Teknologi Perang Cina yang saat ini diperhitungkan oleh Rusia dan Amerika yang menjadi kubu utam a dalampersaingan persenjataan dunia serta India dan Iran yang maju dalam percaturan perkembangan persenjataan dunia. Indonesia saat ini hanya menjadi penonton bukan menjadi pemain, padahal dari konstelasi geografis indonesia patut diperhitungkan namun dalam segi pertahanan dan persenjataan masih minim maka dari itu banyak negara yang masih mencoba mengggelitik mengusik kedaulkatan Indonesia. Indonesia pula dirundung masalah dalam hal persenjataan untuk sistem pertahanan, contohnya Indonesia masih tergantung kepada Amerika dan Rusia sehingga padaa saat itu ketika Indonesia di embargo oleh Amerika, sistem pertahanan dan Keaman Indonesia menjadi lumpuh.

Pencabutan embargo militer oleh Amerika Serikat (AS) memunculkan kembali pertanyaan tentang pengembangan sistem persenjataan Indonesia. Sejak embargo diterapkan AS, Indonesia telah berupaya untuk melakukan diversifikasi sistem persenjataannya. Posisi akhir sistem persenjataan Indonesia di tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 173 jenis sistem persenjataan yang bersumber dari 17 negara produsen. Lima peringkat terbesar untuk sumber persenjataan Indonesia adalah Amerika Serikat (34%), Prancis (12%), Jerman (12%), Rusia (10%), dan Inggris (9%). Industri strategis domestik Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 5% dari seluruh jenis sistem persenjataan yang dimiliki oleh TNI.
Untuk periode 1999-2004, Indonesia memesan 21 jenis senjata dari delapan Negara produsen senjata dengan nilai impor senjata sebesar US$796 juta. Dari delapan negara produsen ini, Rusia menjadi pemasok senjata terbesar dengan nilai impor  senjata sebesar US$274 juta, diikuti oleh Inggris (US$226 juta), Prancis (US$121 juta), Jerman (US$74 juta), Amerika Serikat (US$29 juta), dan Belanda (US$21 juta). Pemesanan tersebut sebagian besar dilakukan untuk melengkapi kebutuhan Angkatan Udara. Penambahan sistem persenjataan terjadi untuk beberapa jenis alutsista seperti helikopter jenis MI-35, helikopter NBO-105C, tank amfibi PT-76, kendaraan APC BTR-50P, serta pesawat tempur jenis Su-27SK, dan Su-30MKI.
Diversifikasi persenjataan tersebut menimbulkan persoalan serius untuk system pengelolaan persenjataan Departemen Pertahanan. Keberadaan 173 jenis system persenjataan tentunya memperbesar biaya operasional dan perawatan. Untuk sistem persenjataan jenis pesawat tempur, misalnya, Indonesia, memiliki 87 pesawat tempur yang berasal dari tiga negara, yaitu AS (34 pesawat), Inggris (49 pesawat), serta Rusia (4 pesawat). Sebanyak 87 pesawat tempur tersebut terdiri dari 8 jenis pesawat tempur F-16A Fighting Falcon, F-5E Tiger, Hawk Mk.209, Hawk Mk 53, A-4 E Skyhawk CAS, OV-10F Bronco Coin, Su-27SK, dan SU-30MKI. Keberadaan 8 jenis pesawat tempur tersebut tentunya meningkatkan secara signifikan biaya-biaya operasional dan perawatan yang tergabung dalam biaya program pengadaan materiil.Beban anggaran ini bisa dikurangi jika Departemen Pertahanan menginisiasi program efisiensi sistem persenjataan serta inovasi strategi pembelian senjata.Efisiensi sistem persenjataan bisa dilakukan melalui tiga strategi. 
a)      Pertama, diversifikasi jenis persenjataan dikurangi untuk menciptakan satu kerangka sistem persenjataan terpadu. Hal ini, misalnya, telah dilakukan AS dengan pengembangan pesawat tempur F35-JSF yang akan menggantikan seluruh jenis pesawat tempur yang dimilikinya.
b)      Kedua, variasi sumber negara produsen dikurangi untuk mendukung terciptanya sistem persenjataan terpadu. Hal ini tidak berarti Indonesia akan sepenuhnya bergantung ke satu negara produsen namun bisa mencari satu kelompok negara yang bekerja sama mengembangkan suatu teknologi persenjataan. Kerja sama tersebut, misalnya, tampak dari perusahaan-perusahaan Rusia yang membentuk kerja sama internasional dengan Prancis. Sistem elektronik dan avioinik Prancis telah dipakai untuk pesawat tempur Su-30MKM yang dipesan oleh Malaysia. Sistem yang dikembangkan Prancis dan Israel juga telah digunakan pada pesawat tempur SU-30MKI yang dipesan India.
c)      Ketiga, program pengembangan senjata yang semula diarahkan untuk program arms maintenance digeser menjadi program arms disposal dan arms build-up. Program arms disposal harus dilakukan untuk mengurangi secara signifikan persenjataan yang tidak sesuai dengan rencana pengembangan sistem persenjataan dan juga persenjataan yang sudah jauh melampau usia pakai. Program arms build-up dilakukan untuk mengisi kekosongan sistem persenjataan karena program arms disposal dan sekaligus memperkuat elemen postur pertahanan.
 
D. Perkembangan Teknologi dan Pertahanan Indonesia dengan Negara Tetangga

Anggaran militer Indonesia selalu jauh dari yang diharapkan Departemen Pertahanan. Misalnya, untuk 2007 Indonesia idealnya memiliki dana pertahanan senilai Rp 150 miliar atau naik 540 persen dari anggaran sebelumnya. Tapi kalau ini dipenuhi berarti dana APBN 2007 yang tersedot militer mencapai 86,6 persennya. Padahal, untuk mencapai pertahanan dan postur TNI yang ideal minimal Indonesia harus mendekati anggaran pertahanan yang dimiliki Singapore Armed Forces (SAF).

Sejak 1990 kebijakan luar negeri Singapura dibangun secara luas sebagai bentuk soft politics yang didasarkan pada kekuatan ekonomi, teknologi dan militer.
Sebagai bahan perbandingan, pada Tahun Anggaran (TA) 2005 dana pertahanan Singapura mencapai 5,57 miliar dolar Amerika Serikat. Sedangkan
Indonesia hanya 2,34 miliar dolar. Bandingkan dengan luas cakupan yang harus diamankan Indonesia yang mencapai 1.904.443 kilometer persegi dengan Singapura yang hanya 648 kilometer persegi.Selain Itu pula Anggaran Persenjataan Indonesia masih kecil dibandingkan dengan Malaysia dalam hal pengadaan alat alat persenjataan dan pertahananya.

Sebagai sebuah bangsa kepulauan terbesar di dunia, dengan total wilayah darat dan laut beserta Zona Ekonomi Eklusif-nya yang mencapai 10 juta km persegi, Indonesia memiliki pandangan pertahanan nasional yang seharusnya berbeda dengan bangsa lainnya. Selain itu, bangsa Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain terkait dengan posisinya yang strategis. Kekhasan ini konsekuensi dari adanya UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea) yang membagi Indonesia menjadi empat kompartemen strategis sesuai dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang ada. Hal ini berarti ancaman eksternal dan manifestasi ancaman lainnya sangat berpotensi mengekploitasi kawasan perairan Indonesia.

Ketentuan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) menjadi sebuah hal yang paling mengancam kepentingan Indonesia di wilayah perairan. Sebab, dengan adanya ketentuan ALKI tersebut, Indonesia harus mempersilakan kapal dagang dan kapal perang negara lain untuk dapat melintas di wilayah teritorial Indonesia. Ada beberapa hal yang mengancam keamanan Indonesia dilihat dari adanya ketentuan ALKI tersebut. Pertama, meningkatnya volume perdagangan dunia yang melalui laut. Kedua, alasan kenapa Indonesia seharusnya lebih menekankan pada pertahanan laut adalah adanya intervensi dan inisiatif oleh negara-negara besar yang kepentingannya tidak ingin terganggu di kawasan perairan Indonesia. Ketiga, adalah masalah penyelundupan baik manusia, senjata, dan narkotika. Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan beredar di kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya melewati laut. Daerah-daerah sekitar ALKI selalu sangat rawan terhadap kegiatan-kegiatan kejahatan internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi.

Jika melihat kenyataan ini, apakah masih tepat dan sesuai apabila Indonesia masih menerapkan strategi pertahanan landas darat?. Mempertahankan negara kepulauan sebaiknya bersandar pada Angkatan Laut, yang didukung oleh Angkatan Udara dalam kerangka pertahanan terluar (zona penyangga), sementara Angkatan Darat harus siap menggelar kekuatannya bilamana perang merambah pada area kontinen Indonesia (zona pertahanan dan perlawanan). Oleh karena itu, sistem pertahanan Indonesia harus bersifat integral dimana menempatkan Kekuatan Maritim dan Kekuatan Udara sebagai kekuatan utama tanpa mengabaikan Kekuatan Darat. Tidaklah sesuai dengan lingkungan strategis bila upaya mempertahankan Indonesia memfokuskan penggunaan strategi pertahanan kontinental (darat) daripada penggunaan kekuatan maritim (laut) dan dirgantara (udara). Dengan perancangan strategi pertahanan yang tepat dan sesuai dengan lingkungan strategis Indonesia maka akan menciptakan pertahanan yang memiliki efek deterrance kepada pihak lain. Oleh karena itu, pertahanan Indonesia ke depan harus jelas dan sesuai dengan kondisi lingkungan strategis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Paling tidak untuk AU diperlukan lebih kurang 8 skadron tempur, satu skadron intai dan peringatan dini, 33 satuan radar, 12 satuan rudal jarak pendek, 16 satuan rudal jarak sedang, delapan satuan rudal jarak jauh, 12 lanud induk, dan 38 lanud operasi. TNI AL juga mesti kebagian belasan frigat, kalau tidak mau melihat laut jadi ajang penyusupan paling aman.

E. Anggaran Indonesia Di Bidang Pertahanan

Dukungan Anggaran Pertahanan Saat Ini Orientasi pembangunan nasional masih berfokus pada bidang ekonomi, Sedangkan pembangunan bidang pertahanan kurang mendapat perhatian, seperti ditunjukannya dari kecil jumlah anggaran yang dialokasikan , Kondisi ini berlaku sejak masa Orde Baru hingga saat ini. Selama ini, penentuan jumlah anggaran pertahanan banyak didasrkan pada faktor kemampuan keuangan negara dan prioritas pembangunan. Apabila diperhatikan , saat ini beban dan tanggung jawab pertahanan negara cukup berat , terutama dengan meningkatnya potensi ancaman dihadapkan kepada faktor geografi , luas wilayah yuridiksi nasional, perkembangan konteks strategi, dan kebutuhan standar kemampuan pertahanan negara.

Selama 10 tahun terakhir, anggaran belanja pertahanan RI rata - rata berada di bawah 1% Pendapatan Domestik Bruto ( PDB ). Seabagai pembanding, anggaran pertahanan di negara -negara di kawasan Asia Tenggara, kebanyakan memiliki anggaran pertahanan di atas 1 % PDB masing - masing, Beberapa negara bahkan mengalokasikan anggaran pertahanan 3% - 5% dari PDB nya.

Keterbatasan anggaran pertahanan Indonesia masih dirasakan karena pemulihan ekonomi negara belum sepenuhnya tercapai. Secara nominal memang terdapat peningkatan, namun akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang asing, khususnya dollar AS, serta laju inflasi mengakibatkan nilai riel anggaran pertahanan menurun. Penurunan nilai riel tersebut sangat membatasi upaya pembangunan kemampuan pertahanan negara.

Alokasi anggaran pertahanan seperti pada tabel dibawah ini menunjukan bahwa Anggaran rutin ( Gaji ; Belanja Barang ; Belanja Pemeliharaan ; dan Perjalanan Dinas ) lebih besar dari pada anggaran pembangunan ( Pembangunan sistem ; Pembangunan personel; Pembangunan fasilitas ; dan Pembangunan materiel ), Data tersebut memberi gambaran bahwa anggaran pertahanan lebih banyak digunakan untuk membiayai kegiatan rutin daripada untuk membiayai pengembangan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara. Rendahnya anggaran pembangunan tersebut sangat menyulitkan untuk penyusunan program yang besar dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional TNI secara utuh dan meyeluruh.

NO

URAIAN

TAHUN ANGGARAN

RATA - RATA/ TAHUN

1999/2000

2000

2001

2002

I

II

Anggaran Pembangunan

1.756,76

1.945,31

2.520,85

2.880,11

2.275,76

Anggaran Rutin

8.307,43

6.594,42

9.150,97

9.874,83

8.481,91

Jumlah

10.064

8.339,73

11.671,82

12.754,94

10.722,67

III

IV

PDB

1.134.600,00

988.300,00

1.476.200,00

1.685,400,00

1.321.125,00

APBN

231.900,00

221.000,00

354.500,00

344,008,80

287.852,20

V

% PDB

0,89

0,85

0,60

0,76

0,78

%APBN

4,34

3,80

3,29

3,71

3,79

Tabel 1. Perbandingan Anggaran Rutin Pertahanan dan Anggaran Pembangunan

F. ANALISIS

Senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction), seperti senjata nuklir, merupakan topik yang memiliki aspek dan dampak yang amat luas; bukan hanya mencakup semua jenis persenjataan (nuklir, biologi, kimia dan konvensional), tetapi juga memiliki kaitan erat dengan berbagai aspek lain seperti politik, ekonomi, pembangunan bahkan lingkungan hidup. Hubungan antar negara karena masalah nuklir sering menjadi isu dalam pengembangan hubungan bilateral, regional maupun multilateral.

Dalam menghadapi isu nuklir terhadap suatu negara, penulis mengharapkan harus diadakannya penelaahan yang lebih lanjut, dilakukan secara lebih hati-hati serta memperhatikan unsur-unsur politik yang berkembang. Apakah negara tersebut benar-benar memiliki senjata nuklir atau tidak karena hal ini dapat berdampak pada stabilitas keamanan dunia. Isu nuklir yang berhembus disuatu negara bisa saja hanya bermuatan politik negara-negara maju semata yang ingin menguasai sumberdaya alam tertentu disuatu negara atau karena perbedaan haluan dengan negara-negara maju. Dengan adanya isu nuklir dapat melegalkan perang yang sesungguhnya dengan dalih menjaga stabilitas keamanan dunia. Beberapa negara besar di dunia,mengkhawatirkan jika negara berkembang atau negara-negara yang tidak berhaluan sama dengan mereka (misalnya negara yang tidak menerapkan model demokrasi seperti mereka, atau negara-negara Islam) memiliki kemampuan militer dan teknologi pertahanan serta teknologi energi negara yang tinggi.

Kecurigaan mereka akan menjadi-jadi apabila sebuah negara yang dianggap bukan rekannya mengembangkan sistem persenjataan mutakhir, atau mengembangkan teknologi melalui pemanfaatan energi nuklir. Maka tudingan sebagai negara yang akan mengancam keamanan dunia akan dilontarkan. Hal ini seolah-olah mulai muncul kepermukaan setelah perang Irak, dimana negara Amerika Serikat menuding Irak mengembangkan senjata pemusnah masal. Sehingga membenarkan penyerbuan terhadap negara Irak dengan berkedok PBB, namun hingga runtuhnya rezim Sadam Husein bukti keberadaan senjata pemusnah massal belum diketemukan, tetapi yang terjadi adalah eksploitasi minyak di Irak secara besar-besaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Hal ini mengindikasikan adanya kebohongan yang terstruktur karena adanya kepentingan yang tidak manusiawi, sehingga membuat ribuan orang mati akibat peperangan.

Selain dari itu isu nuklir dapat dijadikan sebagai sisi tawar (bargaining) suatu negara terhadap negara lainnya. Negara yang memiliki senjata nuklir dianggap sebagai negara yang memiliki power untuk mengendalikan dunia, serta negara yang memiliki kemampuan teknologi mutakhir. Sehingga negara maju yang sudah memilki nuklir maupun negara-negara yang tidak memiliki nuklir akan berpikir dua kali untuk berhadapan ataupun melakukan intervention terhadap negara tersebut. Hal ini dapat mengangkat harkat dan martabat suatu negara dimata internasional, terlepas negara tersebut benar-benar memilki senjata nuklir atau tidak.

Senjata nuklir adalah senjata yang sangat berbahaya dimana dapat mengancam keberadaan dan mampu menghancurkan peradaban manusia disuatu negara, Indonesia bersama negara berkembang lainnya, mempunyai kepentingan untuk berperan aktif dalam memperjuangkan perlucutan senjata nuklir, menginat ancaman perang dan penggunaan senjata-senjata pemusnah massal belum sepenuhnya hilang. Ditingkat regional, upaya ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai gagasan pembentukan kawasan-kawasan damai dan bebas senjata nuklir di berbagai kawasan dunia, seperti di Afrika, Samudra Hindia, Atlantik Selatan bahkan hingga timur tengah. Di Asia Tenggara khususnya, Indonesia bersama negara-negara ASEAN sejak tahun 1971 telah memperjuangkan terwujudnya suatu kawasan damai, bebas dan netral yang bertujuan menjadikan kawasan ini bebas dan terhindar dari ancaman perang nuklir.

Tapi seiring perkembangan zaman nuklir kini, banyak negara-negara di dunia memanfaatkan nuklir sebagai pembangkit listrik. Di Indonesia hal ini masih menjadi kontroversi di berbagai kalangan. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan bencana yang luar biasa di Indonesia, karena bahaya kebocoran pembangkit tenaga nuklir akan senantiasa mengintai. Bahkan ada yang beranggapan pembangkit tenaga nuklir sebagai bom waktu yang kelak dapat meluluh lantahkan Indonesia. Namun Indonesia sudah mulai menggunakan nuklir untuk kepentingan pertanian dan kedokteran.

Kamis, 20 November 2008

Nama : Arif Budiyanto
NIM : 0602361
KlS : A
Kelompok : 6 ( Teknologi Perang Indonesia )

1.
Bagaimana cara bangsa Indonesia agar terlepas dari ketergantungan terhadap utang luar negri ?

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang memanfaatkan utang luar negeri untuk membiayai pembangunan dalam negeri, agar perekonomian Indonesia bisa kembali bangkit, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Indonesia saat ini mengalami situasi apa yang disebut Fisher Paradox dalam hubungannya dengan utang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Ini disebabkan cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga utang luar negeri lebih besar dari nilai utang baru, maka terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing. Situasi Fisher Paradox dapat ditunjukkan misalnya dengan membandingkan nilai kumulatif pertambahan utang luar negeri sektor Pemerintah (jangka menengah dan panjang).

Perlunya kewaspadaan terhadap utang luar negeri telah pula dikemukakan a.l. oleh Krauss (1983) tentang ''Development Without Aid''. Pinjaman luar negeri meningkatkan intervensi-intervensi negara-negara donor maupun negara-negara penerima bantuan, yang merusak prinsip-prinsip ekonomi, dengan mengabaikan keunggulan-keunggulan komparatif di negara-negara penerima bantuan. Lebih lanjut pandangan Krauss ini sejalan dengan banyak pendapat umum bahwa luar negeri tidak terlepas dari ''skenario Barat'' untuk mempertahankan negara-negara terbelakang tetap dalam posisi ''status-quo in dependency'' (Swasono, S.E., 1998). Dengan demikian dapat diperoleh jastifikasi dari pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa marginal-benefit dari utang luar negeri bisa lebih kecil dari marginal-costnya, akibatnya sumbangan utang luar negeri terhadap GDP negatif (Kariawan, H, 1996).

Selama periode 1980-1993, sektor Pemerintah di Indonesia telah melakukan pembayaran cicilan utang luar negeri sebesar US$ 41,4 miliar. Sementara itu, selama periode yang sama, sektor Pemerintah telah menambah utang luar negerinya sebesar US$ 69,4 miliar (World Bank, 1994). Dilaporkan bahwa sampai April 1999, utang luar negeri sektor Pemerintah telah meningkat menjadi US$ 77,7 miliar. Ini secara implisit mengandung pengertian yang disebutkan di atas yaitu makin banyak cicilan utang luar negeri makin besar nilai utang luar negeri yang menumpuk.

Nilai net transfer ke luar negeri yang dilakukan sektor Pemerintah selama periode 1985-1993 misalnya adalah sebesar US$ 7,8 miliar dan selama periode 1994-1998 diperkirakan sebesar US$ 19 miliar (World Bank, 1994 dan World Bank, 1997).

Utang luar negeri banyak bersifat apa yang disebut project loan dan/atau program loan, yaitu utang ini adalah dalam bentuk barang dan jasa-jasa dari negara pemberi utang, hal ini mengakibatkan bahwa Indonesia tidak bisa mengetahui nilai sebenarnya dari barang-barang yang diutangkan, demikian juga jasa-jasa yang diberikan. Terjadi suatu perbuatan overpricing atas barang-barang plus jasa-jasa yang diperlukan untuk pinjaman proyek yang dibebankan kepada rakyat Indonesia. Ichizo Miyamoto telah mengemukakan studi meliputi periode 1967-1969 yang menunjukkan nilai nominal pinjaman proyek dari pihak asing berada 25 persen di atas nilai riilnya (Sritua Arief dan Adi Sasono, 1981). Baru-baru ini hal yang sama telah diungkapkan oleh Jeffrey Winter (1999) yang memperkirakan 30 persen hingga 33 persen pinjaman proyek dari Bank Dunia merupakan hasil perbuatan yang sengaja meninggikan nilai pinjaman sehingga nilai nominal berada 30 persen hingga 33 persen di atas nilai riilnya.

Pinjaman yang diberikan oleh pihak asing, misalnya pinjaman dari Asian Development Bank sebesar US$ 1,5 miliar pada tahun 1998, sebagian besar (yaitu US$ 1,4 miliar) adalah untuk membiayai impor (yaitu barang plus jasa) dan sebanyak US$ 100 juta untuk lainnya. Keadaan yang sama berlaku juga untuk pinjaman dari IMF. Ini bermakna utang yang kita pinjam kembali sebagian besar manfaatnya untuk pihak asing melalui impor yang pada ronde-ronde berikutnya akan memperparah defisit perkiraan berjalan dalan neraca pembayaran.

Butir terakhir yang perlu kita kemukakan adalah suatu keadaan di mana makin banyak kita mencicil utang luar negeri yang kita terima, makin besar akumulasi utang luar negeri yang kita tanggung. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ini terjadi oleh karena kita membayar utang lama plus bunganya dengan utang baru. Dan utang baru yang kita terima ini lebih kecil dari utang lama yang dicicil plus bunganya. Angka-angkanya telah dikemukakan sebelumnya.

Dalam pengertian dialektik hubungan ekonomi antaraktor ekonomi, pemasok utang luar negeri dan investor asing menjadi lebih berkuasa dalam memeras rakyat Indonesia, terutama yang berada di strata bawah dalam masyarakat Indonesia. Jelas ini menunjukkan bahwa Indonesia dan rakyatnya akan kembali menjadi koloni asing. Dan utang luar negeri yang menumpuk telah berubah sifatnya dari perangkap menjadi bumerang (Sritua Arief, 1999).Bumerang dalam pengertian mempermiskin Indonesia dan rakyatnya.

a. Prosedur Pencairan Hutang

Sebelum pinjaman dicairkan, lembaga donor terlebih dahulu membuat rencana strategis pembangunan yang disebut CAS (di World Bank) dan CSP (ADB). Isinya adalah rencana pembangunan yang komprehensif lengkap dengan tujuan dan hal yang ingin dicapai. Rencana tersebut didiskusikan kedua belah pihak antara lembaga donor dengan pemerintah negara yang bersangkutan.

Lembaga donor akan memberikan bantuan (assistance) berbentuk loan atau grant yang nantinya akan ditetapkan sebagai komitmen APBN. Biasanya grant diberikan untuk membantu persiapan project loan yang akan diberikan dalam bentuk bantuan konsultan. Tentu saja, konsultan yang ditunjuk (hampir pasti) adalah konsultan asing dengan fee sebesar US$ 3.500-15.000.

Selanjutnya, akan dibahas persiapan proyek, evaluasi penilaian kelayakan, hingga negosiasi hutang. Ada kecenderungan dimana staf lembaga donor “memaksakan” agar loan tersebut bisa diwujudkan kendati kesiapan maupun kelayakannya tidak memenuhi persyaratan. Akibatnya, ketika loan agreement ditandatangani, perhitungan biaya pinjaman pun dimulai. Di titik inilah masalah-masalah muncul seperti penyerapan pinjaman yang tidak optimal dan biaya komitmen (sebesar 0,75%-1%) yang harus ditanggung pemerintah.

Inilah yang menyebabkan pinjaman tidak terkelola dengan baik ketika memasuki tahap implementasi. Jelas, penggunaannya menjadi mubazir dan pemerintah menanggung beban biaya, bunga, dan hutang pokok yang begitu tinggi. Akan tetapi, laporan dari konsultan selalu dinyatakan baik (karena untuk itulah mereka dibayar) walaupun penyelesaian proyek secara fisik tidak memuaskan. Banyak lho instansi yang mengeluhkan hal tersebut.

b. Cara bangsa Indonesia terlepas dari ketergantungan utang

Pertama, pembayaran utang luar negeri pemerintah harus dimintakan untuk diperingan atau dikurangi secara drastis diikuti dengan penjadwalan pembayaran sisanya. Ini harus dilakukan agar pengeluaran pemerintah dimungkinkan untuk mendukung bidang-bidang pemberdayaan ekonomi rakyat. Jan Tinbergen telah pula menegaskan (1991) bahwa utang negara-negara terbelakang yang mencapai US$ 1 triliun (seluruh GDP mereka hanya US$ 3 triliun) harus diselesaikan dengan menyisihkan minimal 0,7% GDP negara-negara donor, atau samasekali menyelesaikannya sekali saja dengan menyisihkan 2% GDP negara-negara donor dalam tenggang waktu tertentu. Ini demi kepentingan negara-negara donor sendiri.

Kedua, menolak penggunaan dana negara atau dana masyarakat untuk membayar utang-utang perusahaan-perusahaan swasta. Untuk mencegah jatuhnya perusahaan-perusahaan swasta ini ke pihak asing, maka Indonesia sebagai negara berdaulat harus dapat membuat peraturan-peraturan yang restriktif. Apalagi dipercayai bahwa banyak dari utang-utang ini dijamin oleh dana-dana yang diparkir di luar negeri.

Ketiga, meninjau kembali sistem pembiayaan pembangunan sehingga ketergantungan kepada pihak asing diminimumkan. Dalam hal ini bentuk pinjaman dan besar pinjaman dari pihak asing hendaklah kita tentukan sedemikian rupa sehingga kita tidak dikelabui.

Seluruh implikasi kebijaksanaan ini dilaksanakan atas landasan orientasi kemandirian. Yang dimaksud dengan kemandirian di sini ialah terciptanya situasi di mana suatu negara mempunyai utang luar negeri yang minimum, impor yang minimum dan pendapatan nasional sebagian besar berasal dari aktor-aktor ekonomi dalam negeri dan dialirkan kembali ke dalam negeri. Dengan demikian pembangunan nasional akan lebih merupakan pembangunan Indonesia, bukan sekadar di Indonesia (Swasono, SE., 1981; 1998).

Permintaan efektif atau daya-beli rakyat di dalam negeri harus menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Ini bermakna bahwa strategi pembangunan pertumbuhan melalui pemerataan atau pertumbuhan dengan pemerataan yang berorientasi ke dalam negeri. Bung Hatta memberikan patokan-patokan bagi utang luar negeri (Tracee Baru,Universitas Indonesia, 1967), yaitu bahwa setiap utang luar negeri harus secara langsung dikaitkan dengan semangat self-help dan self-reliance, di samping bunga harus rendah.

Strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam negeri harus tecermin dalam program industrialisasi yang menggunakan bahan-bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri. Program industrialisasi berlandaskan daerah lokal harus ditopang dengan bahan-bahan mentah dan faktor produksi yang terdapat di berbagai daerah lokal di seluruh negara. Dengan demikian perekonomian akan berakar di dalam negeri, nilai tambah ekonomi akan tercipta di dalam negeri dan dinikmati aktor-aktor ekonomi di dalam negeri, yang selanjutnya akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri.

Oleh karena sebagian besar bahan-bahan mentah akan berasal dari sektor pertanian, maka sektor pertanian adalah merupakan induk pembangunan. Ini berarti membina keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri dan sektor-sektor lain dalam ekonomi. Sektor pertanian juga dikembangkan dengan pola skala kecil dan menengah dengan penyertaan banyak orang. Keterkaitan yang dibina secara jelas dan tegas antara sektor industri dan sektor pertanian di mana sektor industri yang memproduksi ribuan macam barang-barang konsumsi rakyat dengan menggunakan bahan-bahan mentah pertanian dan masing-masing sektor ini melibatkan banyak orang dalam proses produksinya, adalah merupakan proses pembinaan daya-beli rakyat di dalam negeri. Tentu saja ini harus dibarengi dengan suatu penataan kelembagaan yang tepat sehingga nilai tukar (terms of trade) antara kedua sektor ini berada dalam situasi yang adil. Aktor-aktor ekonomi yang beroperasi sebagai tengkulak, calo, rentenir, pengijon dan lain-lain harus dibersihkan. Perlu dikemukakan di sini bahwa skala kecil dan menengah dalam sektor industri dan pertanian adalah skala kecil dan menengah dengan produktivitas buruh yang tinggi.

Penggunaan bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri secara massive, akan mengurangi keperluan impor. Keperluan impor yang sedikit mengakibatkan keperluan utang yang sedikit oleh karena selisih di antara impor dengan ekspor menjadi kecil. Atau tidak ada sama sekali setelah memperhitungkan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi domestik selain daripada menimbulkan persediaan barang kebutuhan pokok rakyat yang cukup, pada tahap berikutnya (dalam jangka menengah) menimbulkan kelebihan (surplus) untuk diekspor. Jadi jelas di sini kita menjadikan pasaran dalam negeri sebagai pangkal dan pasaran ekspor sebagai ujung seperti yang selalu dikemukakan oleh Bung Hatta: ''Jangan jadikan ujung jadi pangkal'' (Hatta, 1946).

Pendapatan nasional yang sebagian besar berasal dari pembayaran-pembayaran akibat hubungan ekonomi didalam negeri haruslah merupakan sasaran perencanaan nasional supaya suatu negara itu tidak terlampau diombang-ambingkan oleh ketidakstabilan ekonomi internasional apalagi spekulasi atau permainan aktor-aktor ekonomi internasional. Indonesia mempunyai potensi untuk dapat melaksanakan ini dan mencapai sasarannya. Penguasaan asing dalam pemilikan sosial unit-unit ekonomi di dalam negeri apalagi unit-unit ekonomi kecil dan menengah harus dicegah.

Pembangunan ekonomi tanpa utang adalah pembangunan yang berprinsip kemandirian nasional, tidak harus diartikan secara harfiah utang yang samasekali nol. Pembangunan tanpa utang lebih merupakan proses perubahan substansial untuk melepaskan keterjebakan utang, dari dependensi menuju self-sufficiency dan independensi. Tidak ada utang luar negeri yang bebas ikatan dan kepentingan.

Implikasi tekad kemandirian bebas dari utang luar negri dari segi pembiayaan pembangunan mengundang beberapa tantangan, antara lain :

  1. Utang luar negeri harus secepatnya diposisikan kembali hanya sebagai pelengkap dan bersifat sementara seperti dulu ditetapkan waktu menyusun Repelita I dan Repelita II.
  2. Hutang luar negeri harus segera dijadwal ulang dengan keinginan bunga dan pokok melalui global diplomacy and cooperation.
  3. Utang luar negeri harus dikaitkan secara langsung dengan semangat self-help dan self-reliance dengan bunga rendah, menghindari sindroma ''madu beracun'' (Fisher Paradox).
  4. Pembiayaan pembangunan dari sumber-sumber di dalam negeri berupa deficit financing plus obligasi negara yang dijual kepada rakyat. Deficit financing dengan mencetak uang tidak perlu dikhawatirkan apabila diikuti secara langsung dengan kegiatan-kegiatan produktif di sektor riil sehingga inflasi yang tidak terkontrol dapat dicegah terutama akibat pengaruh uang yang beredar.
  5. Meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor perpajakan. Pajak merupakan insentif produksi dan disinsentif konsumsi mewah. Basis pajak perlu diperluas dan sistem pajak ultra progresif dikenakan terhadap kekayaan/pemilikan barang-barang mewah.
  6. Merestruktur pola industri nasional ke arah resource-based industry dengan ketergantungan minimal dari komponen luar negeri dan meningkatkan secara maksimal penggunaan komponen dalam negeri menuju self-reliance. Dengan sekaligus melaksanakan restrukturisasi industri nasional secara mapan (baik meliputi restrukturisasi ekonomis, institusi maupun managemen), maka perekonomian nasional akan berakar di dalam negeri dan sekaligus pula akan dapat memperkukuh fundamental ekonomi nasional.
  7. Investasi luar negeri harus diterima secara lebih selektif, on our own terms, sehingga rakyat dapat ikut berpartisipasi secara emansipatif dalam pembangunan dan menerima nilai-tambah ekonomi secara optimal.
  8. Pengawasan efektif lalu lintas devisa untuk menghindarkan capital flight secara spekulatif.
  9. Pemberantasan KKN untuk menyumbat kebocoran-kebocoran dana dan menghindari high-cost economy.

Dengan melihat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perlu adanya tekad yang kuat dari pemerintah untuk benar-benar lepas dari ketergantungan utang luar negri perlaha-lahan tapi pasti. Ketika memang negara tidak berada dalam keadaan darurat yang membutuhkan suntikan pinjaman luar negri, tidak perlu melakukan pinjaman. Strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam negeri harus tecermin dalam program industrialisasi yang menggunakan bahan-bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri. Program industrialisasi berlandaskan daerah lokal harus ditopang dengan bahan-bahan mentah dan faktor produksi yang terdapat di berbagai daerah lokal di seluruh negara. Dengan demikian perekonomian akan berakar di dalam negeri, nilai tambah ekonomi akan tercipta di dalam negeri dan dinikmati aktor-aktor ekonomi di dalam negeri, yang selanjutnya akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri. Permintaan efektif atau daya-beli rakyat di dalam negeri harus menjadi dasar pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan atau pertumbuhan dengan pemerataan yang berorientasi ke dalam negeri.

Daftar Pustaka :

· Sri Edi Swasono & Sritua Arief. Pembangunan Tanpa Utang: Utang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Republika, 15 Desember 1999.

· http://kau.or.id/

· www.PenulisLepas.com

· www.Radarsulteng.Com

· Website Bank Dunia, www.worldbank.or.id

·Website Departemen Keuangan dan Ekonomi www.ekon.go.id

http://www.gn.apc.org/dte
www.mediaindonesia.com


http://commondreams.org/news2006/0602-04.htm

2. Sebutkan nilai positif dan negatifnya pengiriman tenaga kerja Indonesia ?

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri telah dilakukan sejak PELITA I (1969-1974). Menurut Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (BINA PENTA), Departemen Tenaga Kerja Indonesia, dalam PELITA I Indonesia telah mengirimkan 5.423 TKI ke luar negeri. Jumlah ini meningkat dalam PELITA II menjadi 19.332 TKI atau 3,5 kali dari jumlah yang dikirim dalam PELITA I. Dalam PELITA III pemerintah merencanakan meningkatkan pengiriman tenaga kerja sebanyak 100.000 TKI ke luar negeri. Dan ternyata sampai pada tahun kelima PELITA III (1983/84) telah mengirimkan 96.410 TKI atau 96,4% dari jumlah target yang direncanakan. Menurut sumber yang sama, kebanyakan dari mereka dikirim ke Timur Tengah (60%).

Tetapi sejak kapan tenaga kerja Indonesia mulai bermigraasi ke luar negeri untuk bekerja kontrak, terutama ke Timur Tengah, tidak diketahui dengan pasti. Pemerintah Indonesia sendiri sebetulnya tidak mengirimkan TKI ke luar negeri, tetapi hanya memberikan surat ijin kepada Perusahaan Pengarah Tenaga Kerja untuk mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri.

Pada waktu gerak perpindahan penduduk Indonesia, baik itu dalam negeri (interal migration) atau luar negeri (international migration), dimonitor oleh Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi. Di bawah Departemen Tenaga Kerja terdapat bagian yang khusus menangani program pemerintah untuk pembinaan dan Penempatan Kerja (Bina Penta). Salah satu fungsi Direktorat ini, melalui Pusat Antar Kerja Antar Negara (AKAN), adalah mengusahakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

Adapun dampak positif dalam hal pengiriman TKI ke luar negeri, antaralain :

a. Meningkatkan devisa non-minyak (pengiriman uang dari TKI di luar negeri ke Indonesia);

b. mengusahakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi TKI, yang juga akan membantu mengurangi masalah pengangguran yang sangat serius dalam negeri;

c. dan bagi TKI sendiri, dapat meningkatkan taraf hidup rumahtangganya.

Adapun dampak negative dari pengiriman TKI ke luar negri, antara Lain :

a. TKI yang umumnya TKW bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) menderita berbagai macam bentuk penyiksaan dari para majikannya.

b. Implikasi kenaikan angka pengangguran ini tentu akan membuat BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) ditekan untuk meningkatkan angka pengiriman TKI ke luar negeri. Bagaimanapun, pengiriman TKI ke luar negeri ini masih mencari ”jalan pintas” yang bisa mengatasi masalah pengangguran dalam negeri, sekaligus sumber remitansi yang besar. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa pengiriman TKI ke luar negeri ini sarat masalah, mulai dari pemberangkatan, penempatan dan kepulangan.

c. Banyak diantara mereka yang rendah pendidikannya, tidak menguasai bahasa setempat apalagi bahasa Inggris, dan tidak paham akan hak-haknya. Maka mereka adalah lahan empuk bagi PJTKI atau agensi nakal, dan tidak sedikit yang terindikasi menjadi korban mafia human trafficking.

d. Sementara perlindungan hukum yang mereka terima masih sedemikian lemah, bahkan untuk kasus-kasus berat yang menimpa mereka seperti pemerkosaan, penyiksaan, hingga pembunuhan. Belum terhitung kasus-kasus penipuan oleh agensi, pembayaran gaji dibawah standar, gaji yang tidak dibayarkan, penahanan paspor oleh majikan, lari dari majikan dan banyak lagi.

e. Premi asuransi yang harus mereka bayarkan sebelum berangkat seringkali tidak membantu mereka untuk mendapatkan bantuan hukum, entah karena tidak berjalannya sistem bantuan oleh pengacara negara setempat yang disewa untuk membantu kasus hukum tersebut, atau kurangnya sosialisasi yang mereka terima tentang bantuan hukum itu. Sehingga sampai saat ini masyarakat belum melihat adanya penanganan yang komprehensif terhadap permasalahan tersebut, sehingga kejadian dan pemberitaan tentang kekerasan yang dialami TKW di luar negeri terus terjadi.

Daftar Pustaka :

· fital ludba. 2001. Pengiriman Budak Tki/Tkw Sebuah Kasus Nasional Dalam Pembangunan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia

· www.kabarindonesia.com

· www.tempointeraktif.com

4. Bagaimana pandangan fisis determinis tentang negara ?

Pada Zaman Yunani kuno, para filsuf memandang kehidupan negara bersifat deterministic, yaitu bahwa kehidupan politik sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh keadaan alam; “ the political institution and political behavior… influenced or even controlled by their physical setting”.

Faham fisis determinisme adalah faham politik yang berpendapat bahwa faktor fisik lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan politik dan agama. Faham fisis determinis (Mazhab Ratzel) berpendapat bahwa faktor alam bukan hanya berpengaruh tetapi juga memegang peranan penting dalam menentukan negara kekuatan politik. Karl Ritter (1779-1859) berpendapat bahwa negara adalah satu organisme hidup, ia dilahirkan dan tumbuh menjadi negara muda, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya mati (The Organic View of the State). Kekuatan negara menurut Ratzel banyak ditentukan oleh faktor geografis (letak, luas, bentuk, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan hubungan internalnya). Faktor geografis ini merupakan indikator tumbuh dan berkembangnya kekuatan negara. Makhluk sangat tergantung pada faktor geografis, karena setiap makhluk hidup membutuhkan ruang hidup dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan untuk memperoleh semua itu makhluk hidup harus berjuang untuk mendapatkan dan memperluas hidupnya.

Negara dalam pandangan retzel harus jelas batas-batas wilayahnya. Pada tahun 1897 Retzel menerbitkan sebuah buku yang berjudul Politische Geographie yang isinya menekankan bahwa wilayah territorial suatu negara ditetapkan dengan tegas, karena dengan menentukan batas negara dapat ditentukan luas negara dan juga kekuatan nasional negara bersangkutan. Konsep negara menurut pandangan fisis determinism lebih kearah organic state.

Daftar Pustaka :

· Sri Hayati dan Ahmad Yani, Geografi Politik, Bandung, Refilka aditama.( Bab 1 Lingkup Studi Geografi Politik )


5. Mengapa aliran darwinisme dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia dan negara ?

a. SEJARAH DARWINISME

Sebelum menelaah berbagai penderitaan dan bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia, marilah kita mempelajari sejarah Darwinisme secara sekilas. Banyak orang percaya bahwa teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin adalah teori yang didasarkan atas bukti, pengkajian dan percobaan ilmiah yang dapat dipercaya. Namun, pencetus awal teori evolusi ternyata bukanlah Darwin, dan, oleh karenanya, asal mula teori ini bukanlah didasarkan atas bukti ilmiah.

Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang "evolusi". Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.

Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: "makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup." Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala. Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.

Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.

Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah - yang dahulunya belum diketemukan- bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.

Salah satu pernyataan terpenting teori evolusi adalah "perjuangan untuk mempertahankan hidup" sebagai pendorong utama terjadinya perkembangan makhluk hidup di alam. Menurut Darwin, di alam terjadi perkelahian tanpa mengenal belas kasih demi mempertahankan hidup, ini adalah sebuah pertikaian abadi. Yang kuat selalu mengalahkan yang lemah, dan ini mendorong terjadinya perkembangan. Judul tambahan buku The Origin of Species merangkum pandangan ini. "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life" ("Asal-Usul Spesies melalui Seleksi Alam atau Pelestarian Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan untuk Mempertahankan Hidup.")

Yang mengilhami Darwin tentang hal ini adalah buku karya ekonom Inggris, Thomas Malthus: An Essay on The Principle of Population. Buku ini memperkirakan masa depan yang cukup suram bagi umat manusia. Menurut perhitungan Malthus, jika dibiarkan, populasi manusia akan meningkat dengan sangat cepat. Jumlahnya akan berlipat dua setiap 25 tahun. Namun, persediaan makanan tidak akan bertambah pada laju yang sama. Dalam keadaan ini, manusia menghadapi bahaya kelaparan yang tiada henti. Yang mampu menekan jumlah populasi ini adalah bencana, seperti perang, kelaparan, dan penyakit. Singkatnya, agar sebagian orang tetap bertahan hidup, maka sebagian yang lain perlu mati. Kelangsungan hidup berarti "perang tanpa henti".

b. b. BAHAYA ALIRAN DARWINISME BAGI KEGIDUPAN MANUSIA DAN NEGARA

Bahaya darwinisme amat sangat terasa pada abad ke-20 dimana banyak terjadi peperangan dan pertikaian yang membawa bencana, penderitaan, pembantaian, kemiskinan, dan kerusakan dahsyat. Jutaan orang terbunuh, terbantai, mati kelaparan, terlantar tanpa rumah, tempat bernaung, perlindungan ataupun uluran tangan. Dan semua ini terjadi tanpa tujuan apapun selain demi membela ideologi-ideologi menyimpang. Jutaan orang diperlakuan secara tidak manusiawi yang bahkan binatangpun tidak pantas mendapatkannya. Hampir di setiap waktu dan tempat muncul para penguasa kejam dan diktator yang bertanggung jawab atas segala penderitaan dan bencana ini. Mereka adalah Stalin, Lenin, Trotsky, Mao, Pol Pot, Hitler, Mussolini, Franco. Sebagian orang-orang ini berideologi sama, sedangkan sebagian lain adalah musuh bebuyutan bagi yang lain. Hanya karena alasan sederhana seperti pertentangan ideologis, mereka menyeret masyarakat ke jurang pertikaian, menjadikan sesama saudara saling bermusuhan, memicu peperangan di antara mereka, melempar bom, membakar dan merusak mobil, rumah, dan pertokoan, serta menggerakkan demonstrasi yang penuh kekerasan. Mereka mempersenjatai orang-orang yang kemudian menggunakannya tanpa belas kasihan untuk memukul pemuda, orang tua, pria, wanita, dan anak-anak hingga mati, atau memaksa orang berdiri menghadap tembok dan menembaknya. Mereka begitu bengis hingga tega mengarahkan senjata ke kepala orang lain dan, dengan menatap matanya, membunuhnya, lalu menginjak kepalanya dengan kaki mereka, hanya karena orang tersebut mendukung paham lain. Mereka mengusir orang-orang dari rumahnya, tidak peduli apakah mereka wanita, anak-anak atau orang tua.

Fasisme dan komunisme adalah dua ideologi utama yang telah menyebabkan umat manusia merasakan berbagai penderitaan di masa kegelapan tersebut. ideologi-ideologi fasisme dan komunisme ternyata memiliki sumber ideologi yang sama (ideologi induk). Ideologi ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya, senantiasa berada di balik layar hingga saat ini. Dan senantiasa terlihat bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Sumber ideologi ini adalah Filsafat materialistik dan Darwinisme, bentuk penerapan filsafat materialisme pada alam.

Oleh karena sejumlah pernyataan-pernyataan khusus Darwinisme mendukung sejumlah aliran pemikiran yang di masa itu sedang tumbuh dan berkembang, Darwinisme mendapat dukungan luas dari kalangan ini. Orang-orang berusaha menerapkan keyakinan bahwa terdapat “peperangan (perjuangan) untuk mempertahankan hidup” pada mahluk hidup di alam. Oleh sebab itu, ide bahwa “yang kuat tetap hidup dan yang lemah akan musnah” mulai diterapkan juga pada manusia dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat.

Justifikasi ilmiah Darwinisme inilah yang kemudian digunakan oleh :

a. Hitler untuk membangun ras super

b. Karl marx untuk mengatakan bahwa “sejarah manusia adalah sejarah peperangan antar kelas masyarakat”

c. Kaum kapitalis yang percaya bahwa “yang kuat tumbuh menjadi semakin kuat dengan mengorbankan yang lemah”.

d. Bangsa colonial untuk menjajah dunia ketiga dan perlakuan biadab mereka.

e. Tindakan rasisme dan diskriminasi.

Rasisme Darwin dan Kolonialisme yang membahayakan negara-negara lemah.

Teman dekat Darwin, Profesor Adam Sedgwick adalah satu di antara sekian banyak orang yang melihat bahaya yang akan ditimbulkan oleh teori evolusi di masa mendatang. Setelah membaca dan memahami buku Darwin The Origin of Species, ia menyatakan bahwa “Jika buku ini diterima masyarakat luas, [maka buku] ini akan memunculkan kebiadaban ras manusia yang belum pernah tersaksikan sebelumnya”

Darwin mengklaim bahwa ”fight for survival (perjuangan untuk mempertahankan
hidup)”
juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras pilihan” muncul sebagai pemenang dalam peperangan ini. Menurut Darwin ras pilihan adalah bangsa kulit putih Eropa. Sedangkan ras-ras
Asia dan Afrika, mereka telah kalah dalam peperangan mempertahankan hidup.

Kolonialisme erat kaitannya dengan Darwinisme; dan negara yang sangat diuntungkan oleh pandangan rasis Darwin adalah negeri Darwin sendiri: Inggris. Di masa ketika Darwin mengemukakan teorinya, Inggris sedang mendirikan imperium kolonial nomor satu di dunia. Semua sumber daya alam di negeri-negeri yang dijajahnya dari India hingga Amerika Latin dirampok oleh imperium Inggris. Sudah barang tentu negeri-negeri penjajah tersebut tidak ingin dituliskan dalam sejarah sebagai negeri perampok dan untuk menutupi kebiadaban ini mereka mencari alasan pembenaran tindakan tersebut. Salah satunya adalah dengan menganggap bangsa jajahan sebagai “orang primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan pandangan ini mereka dibantai dan disiksa secara biadab karena bukanlah manusia, akan tetapi makhluk separuh manusia separuh binatang, dan tindakan penjajah tersebut tidak bisa dikatagorikan sebagai kriminal.

Aliansi Fasisme dan Darwinisme

Nazisme lahir di tengah-tengah kekacauan di Jerman yang kalah dalam perang dunia I. Pemimpin partai Nazi adalah seorang agresif yang sangat benci agama-agama samawi bernama Adolf Hitler. Rasisme adalah cara pandang Hitler, dan ia percaya bahwa ras Arya, komponen utama bangsa Jerman, lebih tinggi disbanding ras-ras lain dan wajib memimpin mereka. Ia memimpikan bangsa Arya akan membangun imperium yang akan bertahan selama 1000 tahun.

Landasan berpijak ilmiah teori rasis Hitler adalah teori evolusi Darwin. Tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran Hitler adalah seorang sejarawan rasis Jerman Heinrich von Treitschke, sosok yang sangat terpengaruhi oleh teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia berpendapat, “Bangsa-bangsa hanya akan maju melalui kompetisi sengit sebagaimana [pendapat] Darwin [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup,” dan menyatakan bahwa ini berarti peperangan panjang yang tak terelakkan. Ia berpandangan bahwa, “Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan.” Ia berpandangan bahwa: “Ras-ras kuning tidak memahami seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani [bangsa kulit] putih dan sebagai sasaran kebencian [orang] kulit putih untuk selama-lamanya”

Sekutu Hitler di Eropa adalah Mussolini (Italia) dan Franco (Spanyol). Mussolini adalah Darwinis tulen yang menjadikan kapak sebagai simbol Fasisme dan Partai Fasis, sebab kapak adalah symbol peperangan, kekerasan, kematian dan pembantaian. Pada tahun 1935 ia menjajah Ethiopia dan berhasil memusnahkan 15000 orang hingga tahun 1941. Selain mendukung dan membenarkan pendudukannya atas Ethiopia dengan pendapat Darwin yang rasialis, Mussolini berpendapat bahwa Ethiopia adalah bangsa inferior (kelas rendah) sebab mereka adalah ras hitam; dan diperintah oleh ras superior seperti bangsa Italia merupakan sebuah kehormatan bagi bangsa Ethiopia. Libia pun tidak lepas dari kolonialisme Mussolini, dimana sekitar 1.5 juta kaum Muslimin terbunuh.

Dengan demikian, jelas bahwa aliran darwinesme yang diusung oleh Charles Darwin merupakan suatu aliran yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia maupun negara, berdasarkan uraian diatas terbukti aliran darwinisme telah menimbulkan banyak kerusakan, kesengsaraan, penjajahan dan pembunuhan. Sehingga perlu adanya pengawasan dan tindakan tegas terhadap isu-isu berkembangnya kembali paham aliran darwinisme dimanapun mereka berada, demi kelangsungan hidup manusia dan negara.

Daftar Pustaka :

· www.harunyahya.com/indo

· The Legend Journey, Memoir and inside » Blog Archive » Akibat Darwinisme.htm

7. 6. Sebutkan karakter bangsa yang tidak mendukung terhadap pembangunan bangsa ?

Menurut Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban” mennyebutkan 12 ciri manusia Indonesia sebagai karakter bangsa. Adapun karakter bangsa yang tidak mendukung terhadap pembangunan, antara lain:

a. a) Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. ((halaman 26))

“Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya.

b. b). Berjiwa feodal ((halaman 28)).

Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.

c. c). Watak yang lemah ((halaman 39))

Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

d. d). Tidak hemat, dia bukan “economic animal” ((halaman 41)).

Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.

e e). Lebih suka tidak bekerja keras ((halaman 41)), kecuali kalau terpaksa.

Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya.

f). Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia.

g). Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok ((halaman 43)). Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus.