Rabu, 17 Desember 2008

Technology of War

TEKNOLOGI PERANG

A. Pendahuluan

Pada umumnya umat manusia lebih menginginkan terciptanya kedamaian ketimbang perang yang lebih banyak menyisakan luka ketimbang suka. Mao Zedong, pemimpin komunis Cina mengemukakan bahwa perang merupakan kelanjutan politik dengan pertumpahan darah. Dari setiap sejarah perang yang pernah terjadi di muka bumi, demi memenangkan sebuah peperangan, orang akan bersedia mengorbankan uang banyak untuk mengembangkan teknologi secanggih canggihnya agar dapat mengalahkan musuhnya, dengan kata lain teknologi perang dijadikan sebagai alat untuk memenangkan sebuah peperangan.

Walaupun dianggap tidak menyenangkan, perang tidak dapat dihindari. Dalam sejarah Barat, pertanyaan yang terus menerus diajukan adalah dapatkah penggunaan kekerasan dibenarkan secara moral untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai suatu moral ? Bila membunuh dapat dibenarkan, apakah batasan-batasan moral yang harus diberikan ? sehingga muncul doktrin yang mengatur perang dianggap sah, yaitu suatu upaya untuk membenarkan peperangan dengan melindungi mereka yang tidak bersalah, meminimalkan kematian, dan melaksanakan perang dalam batas-batas yang ditetapkan.

Lawan kata berperang adalah berdamai. Damai memiliki banyak arti. Arti kedamaian menunjuk kepada persetujuan untuk mengakhiri sebuah perang. Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, dan damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri seseorang dan akhirnya damai. Konsepsi tentang damai bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan budaya lingkungan. Sebuah definisi yang sederhana dan sempit dari kata damai adalah ketiadaan perang.

Ada beberapa faktor mengapa negara memilih perang, yaitu : Pertama, karena ambisi untuk menunjukan eksistensi dan menunjukan kekuatan (power showing) agar memperoleh kedudukan pada urusan politik terkait. Kedua, Konflik dan perang adalah bisnis model baru yang sangat menguntungkan. Ketiga, faktor kemiskinan, yaitu ketidak adilan dan gap sosial yang terlalu besar.

Perubahan-perubahan teknologi perang tampaknya terjadi dan terus melaju seiring dengan berakhirnya perang dingin. Pada perang dunia I masih digunakan senjata-senjata manual, tetapi setelah pada perang dunia II sudah mulai digunakan senjata otomatis dan semi otomatis. Hingga akhirnya terciptanya Teknologi maju yang dapat mengakhiri perang dunia II yaitu dengan dibuatnya bom atom (nuklir) yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki Jepang.

Indonesia sebagai negara memiliki kekuasaan dan wewenang terhadap wilayahnya sendiri. Teknologi perang sebagai alat yang dapat digunakan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI dirasa perlu adanya penyesuaian dan penyeimbangan dengan negara-negara tetangga maupun negara di dunia, agar senantiasa dapat menjaga keutuhan NKRI dari campur tangan pihak lain yang ingin menguasai wilayah territorial Indonesia. Kekuatan militer Indonesia mengecap masa-masa keemasannya di era Orde Lama dan awal Orde Baru. Bahkan keunggulan militer Indonesia diabadikan dalam sebuah buku yang berjudul ‘Kopassus’ yang ditulis oleh Ken Conboy.

A. Perkembangan Teknologi Perang

Padamulanya teknologi perang bukan hal baru pada tahun 1494. Teknologi perang berupa senjata telah digunakan sejak abad ke 14 dan telah berkembang efektif sejak pertengahan abad ke-15. Pada tahun 1453 orang Turki menggunakan cannon untuk menerobos tembok pertahanan konstantinopel. Pada tahun yang sama artileri baru yang diciptakan oleh Gureau bersaudara melengkapi kehancuran kedudukan Inggris di Perancis.

Apa yang baru pada teknologi perang tahun 1494 adalah daya pukul dan mobilitas yang lebih canggih dari cannon, namun apa yang revolusioner adalah tanggapan terhadapnya, skala keterkejutan di negara-negara Kota Italia melahirkan suatu tanggapan penyesuaian terhadap kubu pertahanan. Kubu pertahanan Italia telah berubah dalam menanggapi masalah mesiu sejak tahun 1470an dan para arsitektur Italia paling maju dalam melahirkan gagasan baru, pada awal abad 16 adalah kurun waktu percobaan dan inovasi berkesinambungan. Menjelang tahun 1530an contoh kubu pertahanan system baru yang pertama selesai dibangun dan menjadi solusi standar bagi artileri selama tiga ratus tahun berikutnya. Ini dibuat berdasarkan tembok tirai yang ditimbun tanah agar tahan tembakan artileri karena dibangun dibelakang galian dan dilindungi oleh lapisan tanah dengan sudut miring yang dikeraskan. Tembok memiliki benteng yang terdekat dengan sudut tembakan yang saling susun tindih. Mereka yang shidup pada masa itu sudah mengetahui tentang sumber inovasi itu sehingga tataletak baru kubu pertahanan yang dilindungi panah berkepala tajam itu mereka namai trace Italienne / Benteng pelindung Italia.

Senjata mesiu pada akhir pertengahan Kekaisan Romawi kebanyakan tentara menggunakan kombinasi senjata tombak dan senjata api. Penggunaan bayonet secara meluas pada tahun 1690-an memampukan setiap prajurit menjadi seorang unit perang (Muskeeter) meningkatkan daya tembak tentara secara dashyat.

Inovasi revolusi mesiu pada abad 19 adalah terbatas, namun pada tahun 1850, revolusi industri mengubah perang secara cepat dan berkesinambungan dan oleh karenanya beberapa pimpinan militer dan intelektual militer berusaha keras mengadakan penyesuaian dalam perubahan senjata, tetapi para cendekiawan modern menyadari hal itu. Sebagaimana yang terjadi pada awal abad ke 16, perubahan itu didorong oleh teknologi baru. Apa yang berbeda kali ini adalah bahwa perubahan teknik tidak terbatas pada senjata saja melainkan juga bahwa perubahan teknik itu bersifat kumulatif dan berkesinambungan. Sejumlah inovasi merombak secara mendasar kondisi fisik perang.

Selama Perrang Dunia, tekologi perang berkembang dengan tampilnya tank dan pesawat udara sebagai senjata tempur. Program yang mendominasi perang modern seperti tank dan atau pesawat tempur pada awalnya merupakan versi pengembangan teknologi akhir pada tahun 1940-an, namun setelah itu timbul Perang dingin yang menampilkan senjata nuklir sebagai teknologi perang terbaru. Senjata nuklir mengubah hakikat perang secara mendasar karena senjata itu meruntuhkan kerasionalan perang. Sebelumnya, perang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Senjata Nuklir dapat menciptakan perang total dimana baik negara maupun masyarakat kekuatan yang bersaing bisa hancur lebur.

B. Nuklir

Kontroversi mengenai senjata nuklir sebenarnya telah muncul sebelum senjata maut ini terwujud menjadi kenyataan. Hal ini bermula pada awal Perang Dunia II dengan adanya kekhawatiran, khususnya diantara para ahli fisika di Barat, bahwa Hitler telah mmemiliki kemampuan untuk mengembangkan senjata nuklir. Atas permintaan kawannya, Leo Szilard pada tanggal 2 Agustus 1939 Albert Einstein menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin D. Rosevelt yang intinya antara lain menyarankan agar AS mengembangkan bom atom (uranium) sebelum Nazi membuatnya.

Pada tanggal 6 Desember 1941, atau 1 hari sebelum Pearl Habour di serang Jepang, Administrasi Pemerintah AS memutuskan untuk mulai proyek pembuatan bom atom, yang pada bulan Agustus 1942 secara resmi diberi nama Proyek Manhattan dibawah pimpinan fisikawan terkemuka Robert Oppenheimer. Tidak kurang dari empat tahun dibutuhkan oleh ahli-ahli fisika ternama dari AS dan negara-negara lainnya, seperti Inggris, sebelum akhirnya uji coba pertama bom atom dengan kode “Trinity” dapat terlaksana pada tanggal 16 Juli 1945 di padang Alamogordo, New Mexico, AS.

Ketika kemudian terbukti bahwa Jerman tidak memiliki senjata nuklir seperti yang diberitakan, giliran Leo Szilard menulis surat kepada Presiden AS, tapi kali ini memperingatkan bahaya yang dimiliki senjata ini terhadap dunia dan umat manusia. Banyak ahli fisika yang kemudian bergabung menanda-tangani petisi menentang penggunaan senjata ini tehadap Jepang. Namun, usul kelompok ilmuwan ini ditolak karena, pertama, uji coba mungkin belum sepenuhnya berhasil; dan Kedua, tanggal 9 Agustus 1945 merupakan batas akhir kesepakatan yang dibuat Uni Soviet untuk menyatakan perang terhadap Jepang.

Penggunaan bom atom atas Hirosima dan Nagasaki memang telah berhasil mengakhiri Perang Dunia II untuk kemenangan sekutu. Namun, dilain pihak pengalaman itu telah mengubah sikap sebagian masyarakat dunia akan bahaya penggunaan senjata nuklir pada umumnya dalam situasi perang. Kekhawatiran ini kemudian terbukti karena tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II justru muncul Perang Dingin di antara negara-negara sekutu itu sendiri dalam kerangka perbedaan ideology dan persaingan untuk merebut dominasi atau hegemoni di dunia. Sejak saat itu kontroversi mengenai senjata nuklir mulai menjadi topic utama dalam hubungan internasional, khususnya dalam kerangka Perang Dingin antara AS dan Unisoviet (US) beserta sekutu-sekutu mereka dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan PAkta Warsawa (Warsawa Pact ).

Masa Perang Dingin ditandai dengan perlombaan senjata (nuklir) secara besar-besaran antara kedua negara adi daya beserta kedua blok militer NATO dan Pakta Warsawa untuk mewujudkan ambisi mereka menjadi negara adi daya (superpower). Ketika Perang Dingin berakhir pada penghujung 1980-an ditandai dengan runtuhnya paham komunisme dan bubarnya negara Unisoviet. Sebagian besar masyarakat dunia berharap datangnya babak baru dalam hubungan antara bangsa, dan dalam konteks ini khususnya dalam upaya perlucutan senjata nuklir. Awal dekade 1990-an diharapkan akan menjadi awal peredaan ketegangan dan ancaman pernag nuklir.

Data Jumlah senjata ofensif strategis Amerika Serikat dan Unisoviet tahun 1979 .

A.S.

S.U.

Peluncur ICBM

1045

1398

Peluncur Tetap ICBM

1045

1398

Peluncur ICBM dilengkapi dengan MIRV

550

608

Peluncur SLBM

656

950

Peluncur SLBM dilengkapi dengan MIRV

496

144

Pesawat Pembom berat

573

156

Pesawat Pembom berat dilengkapi peluru kendali dengan jarak jelajah tak melebihi 600 km

3

0

ASBM(peluru balistik Udara-kedarat

0

0

Senjata-senjata nuklir yang dimiliki AS dan Rusia berhasil dikurangi secara substansial antara lain dengan ditanda tanganinya perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START I tahun 1991) START II tahun 1993.

Energy yang dihasilkan oleh senjata nuklir berasal dari inti atom, yang terjadi lantaran proses fusi inti, yang terjadi dalam tempo sepersekian detik. Ledakan ini menimbulkan pemusnahan mahadahsyat lantaran hempasan dan ledakan gelombang radiasi. Diperkirakaran diseluruh dunia ada lebih dari 20.000 hulu ledak nuklir yang dimiliki oleh the nuclear club ( AS, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina ). Jumlah daya ledak dari seluruh persediaan nuklir kira-kira sama dengan satu juta bom yang dijatuhkan di Hirosima, yang hanya berkekuatan 13 kiloton. (satu kiloton setara dengan 1.000 ton TNT atau bahan peledak konvensional; satu megaton setara dengan 1.000.000 ton TNT). System kesenjataan strategis nuklir jika jarak jangkauan sasarannya lebih dari 6400 km (3450 mil laut); jarak sedang antara 800-2.400 km (430-1300 mil laut); jarak pendek dibawah 800 km (430 mil laut).

Perkembangan lain yang mengkhawatirkan dan kurang menguntungkan baik selama maupun pasca Perang Dingin adalah munculnya “negara-negar ambang nuklir” (thereshold countries) yang memiliki potensi untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, seperti Argentina, Brazil, Afrika Selatan, Libya, India, Pakistan, Iraq, Iran, Israel dan juga Korea Utara.

C. Kondisi Teknologi Perang Indonesia

Beberapa negara besar di dunia,mengkhawatirkan jika negara berkembang atau negara-negara yang tidak berhaluan sama dengan mereka (misalnya negara yang tidak menerapkan model demokrasi seperti mereka, atau negara-negara Islam) memiliki kemampuan militer dan teknologi pertahanan serta teknologi energi negara yang tinggi. Kecurigaan mereka akan menjadi-jadi apabila sebuah negara yang dianggap bukan rekannya mengembangkan sistem persenjataan mutakhir, atau mengembangkan teknologi melalui pemanfaatan energi nuklir. Maka tudingan sebagai negara yang akan mengancam keamanan dunia akan dilontarkan.

Sikap tersebut di atas dilakukan untuk menghindari munculnya kekuatan militer baru yang mengancam kekuasaan mereka dalam menguasai kehidupan dunia, sehingga pengembangan militer dan peningkatan teknologi senantiasa ditekan sampai tingkat yang paling rendah, agar mereka dengan leluasa menciptakan ketergantungan yang tinggi bagi negara-negara lain terhadapnya.

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk banyak dengan luas negara terdiri atas kepulauan dan perairan, melahirkan potensi kekuatan pertahanan dan ekonomi yang sangat tangguh seandainya dikelola dengan arif dan benar. Jumlah penduduk yang besar merupakan cerminan luar pasar yang besar bagi komoditi barang dan jasa, luas negara yang terdiri atas pulau-pulau menggambarkan kebutuhan yang tinggi terhadap teknologi transfortasi, komunikasi, dan telekomunikasi. Apabila negara membiarkan pengembangan teknologi diserahkan kepada penemuan asing, baik teknologi komunikasi, transfortasi, komunikasi dan teknologi pertahanan keamanan, maka Indonesia sedang rido berada pada pengaruh asing, serta bersedia bergantung kepada perkembangan teknologi asing.

Kewibawaan bangsa dalam pergaulan antar bangsa di dunia sangat dipengaruhi oleh kekuatan teknologi yang digali dan ditemukan mandiri, baik teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, maupun teknologi perlindungan terhadap keutuhan bangsa dari intervensi asing dalam bentuk apapun. Dalam kaitan ini maka sangat diperlukan perhatian lebih dari pemerintah Indonesia terhadap pengembangan lembaga pendidikan yang menuju kepada peningkatan teknologi bangsa melalui pengembangan sarana dan prasaran pendidikan, baik berupa dana pendidikan maupun fasilitas penelitian yang memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya, serta memudahkan masyarakat untuk mengembangkan daya kreasi dan inovasinya. Demikian pula diperlukan perhatian khusus bagi pengembangan teknologi militer, sebab masyarakat Indonesia terutama sipil sangat bergantung kepada kecakapan militer pada saat negara berada dalam ancaman invasi asing, artinya militer merupakan kekuatan perlindungan keselamatan masyarakat dari ancaman. Kekuatan perlindungan militer terhadap masyarakat akan tinggi seandainya mereka memiliki teknologi pertahanan yang memadai. Jika TNI memiliki teknologi tinggi dan kecakapan anggotanya profesional, maka kejadian hilangnya pulau atau disintegrasinya Timor Timur tidak akan terjadi.

Penguasaan teknologi yang dikembangkan melalui lembaga pendidikan dan lembaga penelitian baik sipil maupun militer, akan melahirkan kemampuan mengembangkan teknologi secara mandiri, sebab Indonesia memiliki penduduk yang cerdas, mereka telah menguasai teknologi Aerospace melalui IPTN, murid dan mahasiswanya telah teruji sebagai pemenang olimpiade fisika, biologi dan cabang ilmu lainnya. Sehingga apabila pemerintah konsisten mengembangkan teknologi berbasis kemampuan SDM dalam negeri akan berhasil dicapai, sebab putra bangsa telah mampu menguasai teknologi satelit komunikasi, navigasi maupun intelegensi global, artinya secara mandiri Indonesia telah memiliki kemampuan selama pemerintah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk keperluan pengembangan tersebut.

Penemuan teknologi oleh putra bangsa, senantiasa akan mengembangkan kreativitas masyarakat dalam membuat produk-produk lain di dalam negeri, sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhi oleh produksi nasional dan tidak lagi bergantung kepada produk asing, serta pemerintah tidak akan gaman apabila tidak mengikuti pergaulan dunia apabila berdampak kepada penyengsaraan rakyat sendiri. Hal ini mengandung arti kewibawaan bangsa dan kemandirian bangsa akan tercapai.

Peningkatan fasilitas pendidikan dan konsisten terhadap penciptaan kemudahan masyarakat untuk memperoleh pendidikan (tidak mahal) untuk mengembangkan teknologi nasional dan meningkatkan fasilitas peningkatan penguasaan teknologi militer, maka ketergantungan terhadap asing dapat dihalau dengan segera.

Teknologi perang juga menjadi salah satu penentu utama dalam hal menjaga kewibawaan suatu negara yang menjadikan simbol negara mempunyai kekuatan yang diperhitungkan oleh dunia conto halnya Kondisi Teknologi Perang Cina yang saat ini diperhitungkan oleh Rusia dan Amerika yang menjadi kubu utam a dalampersaingan persenjataan dunia serta India dan Iran yang maju dalam percaturan perkembangan persenjataan dunia. Indonesia saat ini hanya menjadi penonton bukan menjadi pemain, padahal dari konstelasi geografis indonesia patut diperhitungkan namun dalam segi pertahanan dan persenjataan masih minim maka dari itu banyak negara yang masih mencoba mengggelitik mengusik kedaulkatan Indonesia. Indonesia pula dirundung masalah dalam hal persenjataan untuk sistem pertahanan, contohnya Indonesia masih tergantung kepada Amerika dan Rusia sehingga padaa saat itu ketika Indonesia di embargo oleh Amerika, sistem pertahanan dan Keaman Indonesia menjadi lumpuh.

Pencabutan embargo militer oleh Amerika Serikat (AS) memunculkan kembali pertanyaan tentang pengembangan sistem persenjataan Indonesia. Sejak embargo diterapkan AS, Indonesia telah berupaya untuk melakukan diversifikasi sistem persenjataannya. Posisi akhir sistem persenjataan Indonesia di tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 173 jenis sistem persenjataan yang bersumber dari 17 negara produsen. Lima peringkat terbesar untuk sumber persenjataan Indonesia adalah Amerika Serikat (34%), Prancis (12%), Jerman (12%), Rusia (10%), dan Inggris (9%). Industri strategis domestik Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 5% dari seluruh jenis sistem persenjataan yang dimiliki oleh TNI.
Untuk periode 1999-2004, Indonesia memesan 21 jenis senjata dari delapan Negara produsen senjata dengan nilai impor senjata sebesar US$796 juta. Dari delapan negara produsen ini, Rusia menjadi pemasok senjata terbesar dengan nilai impor  senjata sebesar US$274 juta, diikuti oleh Inggris (US$226 juta), Prancis (US$121 juta), Jerman (US$74 juta), Amerika Serikat (US$29 juta), dan Belanda (US$21 juta). Pemesanan tersebut sebagian besar dilakukan untuk melengkapi kebutuhan Angkatan Udara. Penambahan sistem persenjataan terjadi untuk beberapa jenis alutsista seperti helikopter jenis MI-35, helikopter NBO-105C, tank amfibi PT-76, kendaraan APC BTR-50P, serta pesawat tempur jenis Su-27SK, dan Su-30MKI.
Diversifikasi persenjataan tersebut menimbulkan persoalan serius untuk system pengelolaan persenjataan Departemen Pertahanan. Keberadaan 173 jenis system persenjataan tentunya memperbesar biaya operasional dan perawatan. Untuk sistem persenjataan jenis pesawat tempur, misalnya, Indonesia, memiliki 87 pesawat tempur yang berasal dari tiga negara, yaitu AS (34 pesawat), Inggris (49 pesawat), serta Rusia (4 pesawat). Sebanyak 87 pesawat tempur tersebut terdiri dari 8 jenis pesawat tempur F-16A Fighting Falcon, F-5E Tiger, Hawk Mk.209, Hawk Mk 53, A-4 E Skyhawk CAS, OV-10F Bronco Coin, Su-27SK, dan SU-30MKI. Keberadaan 8 jenis pesawat tempur tersebut tentunya meningkatkan secara signifikan biaya-biaya operasional dan perawatan yang tergabung dalam biaya program pengadaan materiil.Beban anggaran ini bisa dikurangi jika Departemen Pertahanan menginisiasi program efisiensi sistem persenjataan serta inovasi strategi pembelian senjata.Efisiensi sistem persenjataan bisa dilakukan melalui tiga strategi. 
a)      Pertama, diversifikasi jenis persenjataan dikurangi untuk menciptakan satu kerangka sistem persenjataan terpadu. Hal ini, misalnya, telah dilakukan AS dengan pengembangan pesawat tempur F35-JSF yang akan menggantikan seluruh jenis pesawat tempur yang dimilikinya.
b)      Kedua, variasi sumber negara produsen dikurangi untuk mendukung terciptanya sistem persenjataan terpadu. Hal ini tidak berarti Indonesia akan sepenuhnya bergantung ke satu negara produsen namun bisa mencari satu kelompok negara yang bekerja sama mengembangkan suatu teknologi persenjataan. Kerja sama tersebut, misalnya, tampak dari perusahaan-perusahaan Rusia yang membentuk kerja sama internasional dengan Prancis. Sistem elektronik dan avioinik Prancis telah dipakai untuk pesawat tempur Su-30MKM yang dipesan oleh Malaysia. Sistem yang dikembangkan Prancis dan Israel juga telah digunakan pada pesawat tempur SU-30MKI yang dipesan India.
c)      Ketiga, program pengembangan senjata yang semula diarahkan untuk program arms maintenance digeser menjadi program arms disposal dan arms build-up. Program arms disposal harus dilakukan untuk mengurangi secara signifikan persenjataan yang tidak sesuai dengan rencana pengembangan sistem persenjataan dan juga persenjataan yang sudah jauh melampau usia pakai. Program arms build-up dilakukan untuk mengisi kekosongan sistem persenjataan karena program arms disposal dan sekaligus memperkuat elemen postur pertahanan.
 
D. Perkembangan Teknologi dan Pertahanan Indonesia dengan Negara Tetangga

Anggaran militer Indonesia selalu jauh dari yang diharapkan Departemen Pertahanan. Misalnya, untuk 2007 Indonesia idealnya memiliki dana pertahanan senilai Rp 150 miliar atau naik 540 persen dari anggaran sebelumnya. Tapi kalau ini dipenuhi berarti dana APBN 2007 yang tersedot militer mencapai 86,6 persennya. Padahal, untuk mencapai pertahanan dan postur TNI yang ideal minimal Indonesia harus mendekati anggaran pertahanan yang dimiliki Singapore Armed Forces (SAF).

Sejak 1990 kebijakan luar negeri Singapura dibangun secara luas sebagai bentuk soft politics yang didasarkan pada kekuatan ekonomi, teknologi dan militer.
Sebagai bahan perbandingan, pada Tahun Anggaran (TA) 2005 dana pertahanan Singapura mencapai 5,57 miliar dolar Amerika Serikat. Sedangkan
Indonesia hanya 2,34 miliar dolar. Bandingkan dengan luas cakupan yang harus diamankan Indonesia yang mencapai 1.904.443 kilometer persegi dengan Singapura yang hanya 648 kilometer persegi.Selain Itu pula Anggaran Persenjataan Indonesia masih kecil dibandingkan dengan Malaysia dalam hal pengadaan alat alat persenjataan dan pertahananya.

Sebagai sebuah bangsa kepulauan terbesar di dunia, dengan total wilayah darat dan laut beserta Zona Ekonomi Eklusif-nya yang mencapai 10 juta km persegi, Indonesia memiliki pandangan pertahanan nasional yang seharusnya berbeda dengan bangsa lainnya. Selain itu, bangsa Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain terkait dengan posisinya yang strategis. Kekhasan ini konsekuensi dari adanya UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea) yang membagi Indonesia menjadi empat kompartemen strategis sesuai dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang ada. Hal ini berarti ancaman eksternal dan manifestasi ancaman lainnya sangat berpotensi mengekploitasi kawasan perairan Indonesia.

Ketentuan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) menjadi sebuah hal yang paling mengancam kepentingan Indonesia di wilayah perairan. Sebab, dengan adanya ketentuan ALKI tersebut, Indonesia harus mempersilakan kapal dagang dan kapal perang negara lain untuk dapat melintas di wilayah teritorial Indonesia. Ada beberapa hal yang mengancam keamanan Indonesia dilihat dari adanya ketentuan ALKI tersebut. Pertama, meningkatnya volume perdagangan dunia yang melalui laut. Kedua, alasan kenapa Indonesia seharusnya lebih menekankan pada pertahanan laut adalah adanya intervensi dan inisiatif oleh negara-negara besar yang kepentingannya tidak ingin terganggu di kawasan perairan Indonesia. Ketiga, adalah masalah penyelundupan baik manusia, senjata, dan narkotika. Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan beredar di kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya melewati laut. Daerah-daerah sekitar ALKI selalu sangat rawan terhadap kegiatan-kegiatan kejahatan internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi.

Jika melihat kenyataan ini, apakah masih tepat dan sesuai apabila Indonesia masih menerapkan strategi pertahanan landas darat?. Mempertahankan negara kepulauan sebaiknya bersandar pada Angkatan Laut, yang didukung oleh Angkatan Udara dalam kerangka pertahanan terluar (zona penyangga), sementara Angkatan Darat harus siap menggelar kekuatannya bilamana perang merambah pada area kontinen Indonesia (zona pertahanan dan perlawanan). Oleh karena itu, sistem pertahanan Indonesia harus bersifat integral dimana menempatkan Kekuatan Maritim dan Kekuatan Udara sebagai kekuatan utama tanpa mengabaikan Kekuatan Darat. Tidaklah sesuai dengan lingkungan strategis bila upaya mempertahankan Indonesia memfokuskan penggunaan strategi pertahanan kontinental (darat) daripada penggunaan kekuatan maritim (laut) dan dirgantara (udara). Dengan perancangan strategi pertahanan yang tepat dan sesuai dengan lingkungan strategis Indonesia maka akan menciptakan pertahanan yang memiliki efek deterrance kepada pihak lain. Oleh karena itu, pertahanan Indonesia ke depan harus jelas dan sesuai dengan kondisi lingkungan strategis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Paling tidak untuk AU diperlukan lebih kurang 8 skadron tempur, satu skadron intai dan peringatan dini, 33 satuan radar, 12 satuan rudal jarak pendek, 16 satuan rudal jarak sedang, delapan satuan rudal jarak jauh, 12 lanud induk, dan 38 lanud operasi. TNI AL juga mesti kebagian belasan frigat, kalau tidak mau melihat laut jadi ajang penyusupan paling aman.

E. Anggaran Indonesia Di Bidang Pertahanan

Dukungan Anggaran Pertahanan Saat Ini Orientasi pembangunan nasional masih berfokus pada bidang ekonomi, Sedangkan pembangunan bidang pertahanan kurang mendapat perhatian, seperti ditunjukannya dari kecil jumlah anggaran yang dialokasikan , Kondisi ini berlaku sejak masa Orde Baru hingga saat ini. Selama ini, penentuan jumlah anggaran pertahanan banyak didasrkan pada faktor kemampuan keuangan negara dan prioritas pembangunan. Apabila diperhatikan , saat ini beban dan tanggung jawab pertahanan negara cukup berat , terutama dengan meningkatnya potensi ancaman dihadapkan kepada faktor geografi , luas wilayah yuridiksi nasional, perkembangan konteks strategi, dan kebutuhan standar kemampuan pertahanan negara.

Selama 10 tahun terakhir, anggaran belanja pertahanan RI rata - rata berada di bawah 1% Pendapatan Domestik Bruto ( PDB ). Seabagai pembanding, anggaran pertahanan di negara -negara di kawasan Asia Tenggara, kebanyakan memiliki anggaran pertahanan di atas 1 % PDB masing - masing, Beberapa negara bahkan mengalokasikan anggaran pertahanan 3% - 5% dari PDB nya.

Keterbatasan anggaran pertahanan Indonesia masih dirasakan karena pemulihan ekonomi negara belum sepenuhnya tercapai. Secara nominal memang terdapat peningkatan, namun akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang asing, khususnya dollar AS, serta laju inflasi mengakibatkan nilai riel anggaran pertahanan menurun. Penurunan nilai riel tersebut sangat membatasi upaya pembangunan kemampuan pertahanan negara.

Alokasi anggaran pertahanan seperti pada tabel dibawah ini menunjukan bahwa Anggaran rutin ( Gaji ; Belanja Barang ; Belanja Pemeliharaan ; dan Perjalanan Dinas ) lebih besar dari pada anggaran pembangunan ( Pembangunan sistem ; Pembangunan personel; Pembangunan fasilitas ; dan Pembangunan materiel ), Data tersebut memberi gambaran bahwa anggaran pertahanan lebih banyak digunakan untuk membiayai kegiatan rutin daripada untuk membiayai pengembangan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara. Rendahnya anggaran pembangunan tersebut sangat menyulitkan untuk penyusunan program yang besar dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional TNI secara utuh dan meyeluruh.

NO

URAIAN

TAHUN ANGGARAN

RATA - RATA/ TAHUN

1999/2000

2000

2001

2002

I

II

Anggaran Pembangunan

1.756,76

1.945,31

2.520,85

2.880,11

2.275,76

Anggaran Rutin

8.307,43

6.594,42

9.150,97

9.874,83

8.481,91

Jumlah

10.064

8.339,73

11.671,82

12.754,94

10.722,67

III

IV

PDB

1.134.600,00

988.300,00

1.476.200,00

1.685,400,00

1.321.125,00

APBN

231.900,00

221.000,00

354.500,00

344,008,80

287.852,20

V

% PDB

0,89

0,85

0,60

0,76

0,78

%APBN

4,34

3,80

3,29

3,71

3,79

Tabel 1. Perbandingan Anggaran Rutin Pertahanan dan Anggaran Pembangunan

F. ANALISIS

Senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction), seperti senjata nuklir, merupakan topik yang memiliki aspek dan dampak yang amat luas; bukan hanya mencakup semua jenis persenjataan (nuklir, biologi, kimia dan konvensional), tetapi juga memiliki kaitan erat dengan berbagai aspek lain seperti politik, ekonomi, pembangunan bahkan lingkungan hidup. Hubungan antar negara karena masalah nuklir sering menjadi isu dalam pengembangan hubungan bilateral, regional maupun multilateral.

Dalam menghadapi isu nuklir terhadap suatu negara, penulis mengharapkan harus diadakannya penelaahan yang lebih lanjut, dilakukan secara lebih hati-hati serta memperhatikan unsur-unsur politik yang berkembang. Apakah negara tersebut benar-benar memiliki senjata nuklir atau tidak karena hal ini dapat berdampak pada stabilitas keamanan dunia. Isu nuklir yang berhembus disuatu negara bisa saja hanya bermuatan politik negara-negara maju semata yang ingin menguasai sumberdaya alam tertentu disuatu negara atau karena perbedaan haluan dengan negara-negara maju. Dengan adanya isu nuklir dapat melegalkan perang yang sesungguhnya dengan dalih menjaga stabilitas keamanan dunia. Beberapa negara besar di dunia,mengkhawatirkan jika negara berkembang atau negara-negara yang tidak berhaluan sama dengan mereka (misalnya negara yang tidak menerapkan model demokrasi seperti mereka, atau negara-negara Islam) memiliki kemampuan militer dan teknologi pertahanan serta teknologi energi negara yang tinggi.

Kecurigaan mereka akan menjadi-jadi apabila sebuah negara yang dianggap bukan rekannya mengembangkan sistem persenjataan mutakhir, atau mengembangkan teknologi melalui pemanfaatan energi nuklir. Maka tudingan sebagai negara yang akan mengancam keamanan dunia akan dilontarkan. Hal ini seolah-olah mulai muncul kepermukaan setelah perang Irak, dimana negara Amerika Serikat menuding Irak mengembangkan senjata pemusnah masal. Sehingga membenarkan penyerbuan terhadap negara Irak dengan berkedok PBB, namun hingga runtuhnya rezim Sadam Husein bukti keberadaan senjata pemusnah massal belum diketemukan, tetapi yang terjadi adalah eksploitasi minyak di Irak secara besar-besaran yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Hal ini mengindikasikan adanya kebohongan yang terstruktur karena adanya kepentingan yang tidak manusiawi, sehingga membuat ribuan orang mati akibat peperangan.

Selain dari itu isu nuklir dapat dijadikan sebagai sisi tawar (bargaining) suatu negara terhadap negara lainnya. Negara yang memiliki senjata nuklir dianggap sebagai negara yang memiliki power untuk mengendalikan dunia, serta negara yang memiliki kemampuan teknologi mutakhir. Sehingga negara maju yang sudah memilki nuklir maupun negara-negara yang tidak memiliki nuklir akan berpikir dua kali untuk berhadapan ataupun melakukan intervention terhadap negara tersebut. Hal ini dapat mengangkat harkat dan martabat suatu negara dimata internasional, terlepas negara tersebut benar-benar memilki senjata nuklir atau tidak.

Senjata nuklir adalah senjata yang sangat berbahaya dimana dapat mengancam keberadaan dan mampu menghancurkan peradaban manusia disuatu negara, Indonesia bersama negara berkembang lainnya, mempunyai kepentingan untuk berperan aktif dalam memperjuangkan perlucutan senjata nuklir, menginat ancaman perang dan penggunaan senjata-senjata pemusnah massal belum sepenuhnya hilang. Ditingkat regional, upaya ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai gagasan pembentukan kawasan-kawasan damai dan bebas senjata nuklir di berbagai kawasan dunia, seperti di Afrika, Samudra Hindia, Atlantik Selatan bahkan hingga timur tengah. Di Asia Tenggara khususnya, Indonesia bersama negara-negara ASEAN sejak tahun 1971 telah memperjuangkan terwujudnya suatu kawasan damai, bebas dan netral yang bertujuan menjadikan kawasan ini bebas dan terhindar dari ancaman perang nuklir.

Tapi seiring perkembangan zaman nuklir kini, banyak negara-negara di dunia memanfaatkan nuklir sebagai pembangkit listrik. Di Indonesia hal ini masih menjadi kontroversi di berbagai kalangan. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan bencana yang luar biasa di Indonesia, karena bahaya kebocoran pembangkit tenaga nuklir akan senantiasa mengintai. Bahkan ada yang beranggapan pembangkit tenaga nuklir sebagai bom waktu yang kelak dapat meluluh lantahkan Indonesia. Namun Indonesia sudah mulai menggunakan nuklir untuk kepentingan pertanian dan kedokteran.

Tidak ada komentar: