Kamis, 20 November 2008

Nama : Arif Budiyanto
NIM : 0602361
KlS : A
Kelompok : 6 ( Teknologi Perang Indonesia )

1.
Bagaimana cara bangsa Indonesia agar terlepas dari ketergantungan terhadap utang luar negri ?

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang memanfaatkan utang luar negeri untuk membiayai pembangunan dalam negeri, agar perekonomian Indonesia bisa kembali bangkit, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Indonesia saat ini mengalami situasi apa yang disebut Fisher Paradox dalam hubungannya dengan utang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Ini disebabkan cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga utang luar negeri lebih besar dari nilai utang baru, maka terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing. Situasi Fisher Paradox dapat ditunjukkan misalnya dengan membandingkan nilai kumulatif pertambahan utang luar negeri sektor Pemerintah (jangka menengah dan panjang).

Perlunya kewaspadaan terhadap utang luar negeri telah pula dikemukakan a.l. oleh Krauss (1983) tentang ''Development Without Aid''. Pinjaman luar negeri meningkatkan intervensi-intervensi negara-negara donor maupun negara-negara penerima bantuan, yang merusak prinsip-prinsip ekonomi, dengan mengabaikan keunggulan-keunggulan komparatif di negara-negara penerima bantuan. Lebih lanjut pandangan Krauss ini sejalan dengan banyak pendapat umum bahwa luar negeri tidak terlepas dari ''skenario Barat'' untuk mempertahankan negara-negara terbelakang tetap dalam posisi ''status-quo in dependency'' (Swasono, S.E., 1998). Dengan demikian dapat diperoleh jastifikasi dari pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa marginal-benefit dari utang luar negeri bisa lebih kecil dari marginal-costnya, akibatnya sumbangan utang luar negeri terhadap GDP negatif (Kariawan, H, 1996).

Selama periode 1980-1993, sektor Pemerintah di Indonesia telah melakukan pembayaran cicilan utang luar negeri sebesar US$ 41,4 miliar. Sementara itu, selama periode yang sama, sektor Pemerintah telah menambah utang luar negerinya sebesar US$ 69,4 miliar (World Bank, 1994). Dilaporkan bahwa sampai April 1999, utang luar negeri sektor Pemerintah telah meningkat menjadi US$ 77,7 miliar. Ini secara implisit mengandung pengertian yang disebutkan di atas yaitu makin banyak cicilan utang luar negeri makin besar nilai utang luar negeri yang menumpuk.

Nilai net transfer ke luar negeri yang dilakukan sektor Pemerintah selama periode 1985-1993 misalnya adalah sebesar US$ 7,8 miliar dan selama periode 1994-1998 diperkirakan sebesar US$ 19 miliar (World Bank, 1994 dan World Bank, 1997).

Utang luar negeri banyak bersifat apa yang disebut project loan dan/atau program loan, yaitu utang ini adalah dalam bentuk barang dan jasa-jasa dari negara pemberi utang, hal ini mengakibatkan bahwa Indonesia tidak bisa mengetahui nilai sebenarnya dari barang-barang yang diutangkan, demikian juga jasa-jasa yang diberikan. Terjadi suatu perbuatan overpricing atas barang-barang plus jasa-jasa yang diperlukan untuk pinjaman proyek yang dibebankan kepada rakyat Indonesia. Ichizo Miyamoto telah mengemukakan studi meliputi periode 1967-1969 yang menunjukkan nilai nominal pinjaman proyek dari pihak asing berada 25 persen di atas nilai riilnya (Sritua Arief dan Adi Sasono, 1981). Baru-baru ini hal yang sama telah diungkapkan oleh Jeffrey Winter (1999) yang memperkirakan 30 persen hingga 33 persen pinjaman proyek dari Bank Dunia merupakan hasil perbuatan yang sengaja meninggikan nilai pinjaman sehingga nilai nominal berada 30 persen hingga 33 persen di atas nilai riilnya.

Pinjaman yang diberikan oleh pihak asing, misalnya pinjaman dari Asian Development Bank sebesar US$ 1,5 miliar pada tahun 1998, sebagian besar (yaitu US$ 1,4 miliar) adalah untuk membiayai impor (yaitu barang plus jasa) dan sebanyak US$ 100 juta untuk lainnya. Keadaan yang sama berlaku juga untuk pinjaman dari IMF. Ini bermakna utang yang kita pinjam kembali sebagian besar manfaatnya untuk pihak asing melalui impor yang pada ronde-ronde berikutnya akan memperparah defisit perkiraan berjalan dalan neraca pembayaran.

Butir terakhir yang perlu kita kemukakan adalah suatu keadaan di mana makin banyak kita mencicil utang luar negeri yang kita terima, makin besar akumulasi utang luar negeri yang kita tanggung. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ini terjadi oleh karena kita membayar utang lama plus bunganya dengan utang baru. Dan utang baru yang kita terima ini lebih kecil dari utang lama yang dicicil plus bunganya. Angka-angkanya telah dikemukakan sebelumnya.

Dalam pengertian dialektik hubungan ekonomi antaraktor ekonomi, pemasok utang luar negeri dan investor asing menjadi lebih berkuasa dalam memeras rakyat Indonesia, terutama yang berada di strata bawah dalam masyarakat Indonesia. Jelas ini menunjukkan bahwa Indonesia dan rakyatnya akan kembali menjadi koloni asing. Dan utang luar negeri yang menumpuk telah berubah sifatnya dari perangkap menjadi bumerang (Sritua Arief, 1999).Bumerang dalam pengertian mempermiskin Indonesia dan rakyatnya.

a. Prosedur Pencairan Hutang

Sebelum pinjaman dicairkan, lembaga donor terlebih dahulu membuat rencana strategis pembangunan yang disebut CAS (di World Bank) dan CSP (ADB). Isinya adalah rencana pembangunan yang komprehensif lengkap dengan tujuan dan hal yang ingin dicapai. Rencana tersebut didiskusikan kedua belah pihak antara lembaga donor dengan pemerintah negara yang bersangkutan.

Lembaga donor akan memberikan bantuan (assistance) berbentuk loan atau grant yang nantinya akan ditetapkan sebagai komitmen APBN. Biasanya grant diberikan untuk membantu persiapan project loan yang akan diberikan dalam bentuk bantuan konsultan. Tentu saja, konsultan yang ditunjuk (hampir pasti) adalah konsultan asing dengan fee sebesar US$ 3.500-15.000.

Selanjutnya, akan dibahas persiapan proyek, evaluasi penilaian kelayakan, hingga negosiasi hutang. Ada kecenderungan dimana staf lembaga donor “memaksakan” agar loan tersebut bisa diwujudkan kendati kesiapan maupun kelayakannya tidak memenuhi persyaratan. Akibatnya, ketika loan agreement ditandatangani, perhitungan biaya pinjaman pun dimulai. Di titik inilah masalah-masalah muncul seperti penyerapan pinjaman yang tidak optimal dan biaya komitmen (sebesar 0,75%-1%) yang harus ditanggung pemerintah.

Inilah yang menyebabkan pinjaman tidak terkelola dengan baik ketika memasuki tahap implementasi. Jelas, penggunaannya menjadi mubazir dan pemerintah menanggung beban biaya, bunga, dan hutang pokok yang begitu tinggi. Akan tetapi, laporan dari konsultan selalu dinyatakan baik (karena untuk itulah mereka dibayar) walaupun penyelesaian proyek secara fisik tidak memuaskan. Banyak lho instansi yang mengeluhkan hal tersebut.

b. Cara bangsa Indonesia terlepas dari ketergantungan utang

Pertama, pembayaran utang luar negeri pemerintah harus dimintakan untuk diperingan atau dikurangi secara drastis diikuti dengan penjadwalan pembayaran sisanya. Ini harus dilakukan agar pengeluaran pemerintah dimungkinkan untuk mendukung bidang-bidang pemberdayaan ekonomi rakyat. Jan Tinbergen telah pula menegaskan (1991) bahwa utang negara-negara terbelakang yang mencapai US$ 1 triliun (seluruh GDP mereka hanya US$ 3 triliun) harus diselesaikan dengan menyisihkan minimal 0,7% GDP negara-negara donor, atau samasekali menyelesaikannya sekali saja dengan menyisihkan 2% GDP negara-negara donor dalam tenggang waktu tertentu. Ini demi kepentingan negara-negara donor sendiri.

Kedua, menolak penggunaan dana negara atau dana masyarakat untuk membayar utang-utang perusahaan-perusahaan swasta. Untuk mencegah jatuhnya perusahaan-perusahaan swasta ini ke pihak asing, maka Indonesia sebagai negara berdaulat harus dapat membuat peraturan-peraturan yang restriktif. Apalagi dipercayai bahwa banyak dari utang-utang ini dijamin oleh dana-dana yang diparkir di luar negeri.

Ketiga, meninjau kembali sistem pembiayaan pembangunan sehingga ketergantungan kepada pihak asing diminimumkan. Dalam hal ini bentuk pinjaman dan besar pinjaman dari pihak asing hendaklah kita tentukan sedemikian rupa sehingga kita tidak dikelabui.

Seluruh implikasi kebijaksanaan ini dilaksanakan atas landasan orientasi kemandirian. Yang dimaksud dengan kemandirian di sini ialah terciptanya situasi di mana suatu negara mempunyai utang luar negeri yang minimum, impor yang minimum dan pendapatan nasional sebagian besar berasal dari aktor-aktor ekonomi dalam negeri dan dialirkan kembali ke dalam negeri. Dengan demikian pembangunan nasional akan lebih merupakan pembangunan Indonesia, bukan sekadar di Indonesia (Swasono, SE., 1981; 1998).

Permintaan efektif atau daya-beli rakyat di dalam negeri harus menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Ini bermakna bahwa strategi pembangunan pertumbuhan melalui pemerataan atau pertumbuhan dengan pemerataan yang berorientasi ke dalam negeri. Bung Hatta memberikan patokan-patokan bagi utang luar negeri (Tracee Baru,Universitas Indonesia, 1967), yaitu bahwa setiap utang luar negeri harus secara langsung dikaitkan dengan semangat self-help dan self-reliance, di samping bunga harus rendah.

Strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam negeri harus tecermin dalam program industrialisasi yang menggunakan bahan-bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri. Program industrialisasi berlandaskan daerah lokal harus ditopang dengan bahan-bahan mentah dan faktor produksi yang terdapat di berbagai daerah lokal di seluruh negara. Dengan demikian perekonomian akan berakar di dalam negeri, nilai tambah ekonomi akan tercipta di dalam negeri dan dinikmati aktor-aktor ekonomi di dalam negeri, yang selanjutnya akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri.

Oleh karena sebagian besar bahan-bahan mentah akan berasal dari sektor pertanian, maka sektor pertanian adalah merupakan induk pembangunan. Ini berarti membina keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri dan sektor-sektor lain dalam ekonomi. Sektor pertanian juga dikembangkan dengan pola skala kecil dan menengah dengan penyertaan banyak orang. Keterkaitan yang dibina secara jelas dan tegas antara sektor industri dan sektor pertanian di mana sektor industri yang memproduksi ribuan macam barang-barang konsumsi rakyat dengan menggunakan bahan-bahan mentah pertanian dan masing-masing sektor ini melibatkan banyak orang dalam proses produksinya, adalah merupakan proses pembinaan daya-beli rakyat di dalam negeri. Tentu saja ini harus dibarengi dengan suatu penataan kelembagaan yang tepat sehingga nilai tukar (terms of trade) antara kedua sektor ini berada dalam situasi yang adil. Aktor-aktor ekonomi yang beroperasi sebagai tengkulak, calo, rentenir, pengijon dan lain-lain harus dibersihkan. Perlu dikemukakan di sini bahwa skala kecil dan menengah dalam sektor industri dan pertanian adalah skala kecil dan menengah dengan produktivitas buruh yang tinggi.

Penggunaan bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri secara massive, akan mengurangi keperluan impor. Keperluan impor yang sedikit mengakibatkan keperluan utang yang sedikit oleh karena selisih di antara impor dengan ekspor menjadi kecil. Atau tidak ada sama sekali setelah memperhitungkan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi domestik selain daripada menimbulkan persediaan barang kebutuhan pokok rakyat yang cukup, pada tahap berikutnya (dalam jangka menengah) menimbulkan kelebihan (surplus) untuk diekspor. Jadi jelas di sini kita menjadikan pasaran dalam negeri sebagai pangkal dan pasaran ekspor sebagai ujung seperti yang selalu dikemukakan oleh Bung Hatta: ''Jangan jadikan ujung jadi pangkal'' (Hatta, 1946).

Pendapatan nasional yang sebagian besar berasal dari pembayaran-pembayaran akibat hubungan ekonomi didalam negeri haruslah merupakan sasaran perencanaan nasional supaya suatu negara itu tidak terlampau diombang-ambingkan oleh ketidakstabilan ekonomi internasional apalagi spekulasi atau permainan aktor-aktor ekonomi internasional. Indonesia mempunyai potensi untuk dapat melaksanakan ini dan mencapai sasarannya. Penguasaan asing dalam pemilikan sosial unit-unit ekonomi di dalam negeri apalagi unit-unit ekonomi kecil dan menengah harus dicegah.

Pembangunan ekonomi tanpa utang adalah pembangunan yang berprinsip kemandirian nasional, tidak harus diartikan secara harfiah utang yang samasekali nol. Pembangunan tanpa utang lebih merupakan proses perubahan substansial untuk melepaskan keterjebakan utang, dari dependensi menuju self-sufficiency dan independensi. Tidak ada utang luar negeri yang bebas ikatan dan kepentingan.

Implikasi tekad kemandirian bebas dari utang luar negri dari segi pembiayaan pembangunan mengundang beberapa tantangan, antara lain :

  1. Utang luar negeri harus secepatnya diposisikan kembali hanya sebagai pelengkap dan bersifat sementara seperti dulu ditetapkan waktu menyusun Repelita I dan Repelita II.
  2. Hutang luar negeri harus segera dijadwal ulang dengan keinginan bunga dan pokok melalui global diplomacy and cooperation.
  3. Utang luar negeri harus dikaitkan secara langsung dengan semangat self-help dan self-reliance dengan bunga rendah, menghindari sindroma ''madu beracun'' (Fisher Paradox).
  4. Pembiayaan pembangunan dari sumber-sumber di dalam negeri berupa deficit financing plus obligasi negara yang dijual kepada rakyat. Deficit financing dengan mencetak uang tidak perlu dikhawatirkan apabila diikuti secara langsung dengan kegiatan-kegiatan produktif di sektor riil sehingga inflasi yang tidak terkontrol dapat dicegah terutama akibat pengaruh uang yang beredar.
  5. Meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor perpajakan. Pajak merupakan insentif produksi dan disinsentif konsumsi mewah. Basis pajak perlu diperluas dan sistem pajak ultra progresif dikenakan terhadap kekayaan/pemilikan barang-barang mewah.
  6. Merestruktur pola industri nasional ke arah resource-based industry dengan ketergantungan minimal dari komponen luar negeri dan meningkatkan secara maksimal penggunaan komponen dalam negeri menuju self-reliance. Dengan sekaligus melaksanakan restrukturisasi industri nasional secara mapan (baik meliputi restrukturisasi ekonomis, institusi maupun managemen), maka perekonomian nasional akan berakar di dalam negeri dan sekaligus pula akan dapat memperkukuh fundamental ekonomi nasional.
  7. Investasi luar negeri harus diterima secara lebih selektif, on our own terms, sehingga rakyat dapat ikut berpartisipasi secara emansipatif dalam pembangunan dan menerima nilai-tambah ekonomi secara optimal.
  8. Pengawasan efektif lalu lintas devisa untuk menghindarkan capital flight secara spekulatif.
  9. Pemberantasan KKN untuk menyumbat kebocoran-kebocoran dana dan menghindari high-cost economy.

Dengan melihat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perlu adanya tekad yang kuat dari pemerintah untuk benar-benar lepas dari ketergantungan utang luar negri perlaha-lahan tapi pasti. Ketika memang negara tidak berada dalam keadaan darurat yang membutuhkan suntikan pinjaman luar negri, tidak perlu melakukan pinjaman. Strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam negeri harus tecermin dalam program industrialisasi yang menggunakan bahan-bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri. Program industrialisasi berlandaskan daerah lokal harus ditopang dengan bahan-bahan mentah dan faktor produksi yang terdapat di berbagai daerah lokal di seluruh negara. Dengan demikian perekonomian akan berakar di dalam negeri, nilai tambah ekonomi akan tercipta di dalam negeri dan dinikmati aktor-aktor ekonomi di dalam negeri, yang selanjutnya akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri. Permintaan efektif atau daya-beli rakyat di dalam negeri harus menjadi dasar pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan atau pertumbuhan dengan pemerataan yang berorientasi ke dalam negeri.

Daftar Pustaka :

· Sri Edi Swasono & Sritua Arief. Pembangunan Tanpa Utang: Utang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Republika, 15 Desember 1999.

· http://kau.or.id/

· www.PenulisLepas.com

· www.Radarsulteng.Com

· Website Bank Dunia, www.worldbank.or.id

·Website Departemen Keuangan dan Ekonomi www.ekon.go.id

http://www.gn.apc.org/dte
www.mediaindonesia.com


http://commondreams.org/news2006/0602-04.htm

2. Sebutkan nilai positif dan negatifnya pengiriman tenaga kerja Indonesia ?

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri telah dilakukan sejak PELITA I (1969-1974). Menurut Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (BINA PENTA), Departemen Tenaga Kerja Indonesia, dalam PELITA I Indonesia telah mengirimkan 5.423 TKI ke luar negeri. Jumlah ini meningkat dalam PELITA II menjadi 19.332 TKI atau 3,5 kali dari jumlah yang dikirim dalam PELITA I. Dalam PELITA III pemerintah merencanakan meningkatkan pengiriman tenaga kerja sebanyak 100.000 TKI ke luar negeri. Dan ternyata sampai pada tahun kelima PELITA III (1983/84) telah mengirimkan 96.410 TKI atau 96,4% dari jumlah target yang direncanakan. Menurut sumber yang sama, kebanyakan dari mereka dikirim ke Timur Tengah (60%).

Tetapi sejak kapan tenaga kerja Indonesia mulai bermigraasi ke luar negeri untuk bekerja kontrak, terutama ke Timur Tengah, tidak diketahui dengan pasti. Pemerintah Indonesia sendiri sebetulnya tidak mengirimkan TKI ke luar negeri, tetapi hanya memberikan surat ijin kepada Perusahaan Pengarah Tenaga Kerja untuk mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri.

Pada waktu gerak perpindahan penduduk Indonesia, baik itu dalam negeri (interal migration) atau luar negeri (international migration), dimonitor oleh Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi. Di bawah Departemen Tenaga Kerja terdapat bagian yang khusus menangani program pemerintah untuk pembinaan dan Penempatan Kerja (Bina Penta). Salah satu fungsi Direktorat ini, melalui Pusat Antar Kerja Antar Negara (AKAN), adalah mengusahakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

Adapun dampak positif dalam hal pengiriman TKI ke luar negeri, antaralain :

a. Meningkatkan devisa non-minyak (pengiriman uang dari TKI di luar negeri ke Indonesia);

b. mengusahakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi TKI, yang juga akan membantu mengurangi masalah pengangguran yang sangat serius dalam negeri;

c. dan bagi TKI sendiri, dapat meningkatkan taraf hidup rumahtangganya.

Adapun dampak negative dari pengiriman TKI ke luar negri, antara Lain :

a. TKI yang umumnya TKW bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) menderita berbagai macam bentuk penyiksaan dari para majikannya.

b. Implikasi kenaikan angka pengangguran ini tentu akan membuat BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) ditekan untuk meningkatkan angka pengiriman TKI ke luar negeri. Bagaimanapun, pengiriman TKI ke luar negeri ini masih mencari ”jalan pintas” yang bisa mengatasi masalah pengangguran dalam negeri, sekaligus sumber remitansi yang besar. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa pengiriman TKI ke luar negeri ini sarat masalah, mulai dari pemberangkatan, penempatan dan kepulangan.

c. Banyak diantara mereka yang rendah pendidikannya, tidak menguasai bahasa setempat apalagi bahasa Inggris, dan tidak paham akan hak-haknya. Maka mereka adalah lahan empuk bagi PJTKI atau agensi nakal, dan tidak sedikit yang terindikasi menjadi korban mafia human trafficking.

d. Sementara perlindungan hukum yang mereka terima masih sedemikian lemah, bahkan untuk kasus-kasus berat yang menimpa mereka seperti pemerkosaan, penyiksaan, hingga pembunuhan. Belum terhitung kasus-kasus penipuan oleh agensi, pembayaran gaji dibawah standar, gaji yang tidak dibayarkan, penahanan paspor oleh majikan, lari dari majikan dan banyak lagi.

e. Premi asuransi yang harus mereka bayarkan sebelum berangkat seringkali tidak membantu mereka untuk mendapatkan bantuan hukum, entah karena tidak berjalannya sistem bantuan oleh pengacara negara setempat yang disewa untuk membantu kasus hukum tersebut, atau kurangnya sosialisasi yang mereka terima tentang bantuan hukum itu. Sehingga sampai saat ini masyarakat belum melihat adanya penanganan yang komprehensif terhadap permasalahan tersebut, sehingga kejadian dan pemberitaan tentang kekerasan yang dialami TKW di luar negeri terus terjadi.

Daftar Pustaka :

· fital ludba. 2001. Pengiriman Budak Tki/Tkw Sebuah Kasus Nasional Dalam Pembangunan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia

· www.kabarindonesia.com

· www.tempointeraktif.com

4. Bagaimana pandangan fisis determinis tentang negara ?

Pada Zaman Yunani kuno, para filsuf memandang kehidupan negara bersifat deterministic, yaitu bahwa kehidupan politik sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh keadaan alam; “ the political institution and political behavior… influenced or even controlled by their physical setting”.

Faham fisis determinisme adalah faham politik yang berpendapat bahwa faktor fisik lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan politik dan agama. Faham fisis determinis (Mazhab Ratzel) berpendapat bahwa faktor alam bukan hanya berpengaruh tetapi juga memegang peranan penting dalam menentukan negara kekuatan politik. Karl Ritter (1779-1859) berpendapat bahwa negara adalah satu organisme hidup, ia dilahirkan dan tumbuh menjadi negara muda, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya mati (The Organic View of the State). Kekuatan negara menurut Ratzel banyak ditentukan oleh faktor geografis (letak, luas, bentuk, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan hubungan internalnya). Faktor geografis ini merupakan indikator tumbuh dan berkembangnya kekuatan negara. Makhluk sangat tergantung pada faktor geografis, karena setiap makhluk hidup membutuhkan ruang hidup dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan untuk memperoleh semua itu makhluk hidup harus berjuang untuk mendapatkan dan memperluas hidupnya.

Negara dalam pandangan retzel harus jelas batas-batas wilayahnya. Pada tahun 1897 Retzel menerbitkan sebuah buku yang berjudul Politische Geographie yang isinya menekankan bahwa wilayah territorial suatu negara ditetapkan dengan tegas, karena dengan menentukan batas negara dapat ditentukan luas negara dan juga kekuatan nasional negara bersangkutan. Konsep negara menurut pandangan fisis determinism lebih kearah organic state.

Daftar Pustaka :

· Sri Hayati dan Ahmad Yani, Geografi Politik, Bandung, Refilka aditama.( Bab 1 Lingkup Studi Geografi Politik )


5. Mengapa aliran darwinisme dianggap berbahaya bagi kehidupan manusia dan negara ?

a. SEJARAH DARWINISME

Sebelum menelaah berbagai penderitaan dan bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia, marilah kita mempelajari sejarah Darwinisme secara sekilas. Banyak orang percaya bahwa teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin adalah teori yang didasarkan atas bukti, pengkajian dan percobaan ilmiah yang dapat dipercaya. Namun, pencetus awal teori evolusi ternyata bukanlah Darwin, dan, oleh karenanya, asal mula teori ini bukanlah didasarkan atas bukti ilmiah.

Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang "evolusi". Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.

Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: "makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup." Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala. Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.

Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.

Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah - yang dahulunya belum diketemukan- bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.

Salah satu pernyataan terpenting teori evolusi adalah "perjuangan untuk mempertahankan hidup" sebagai pendorong utama terjadinya perkembangan makhluk hidup di alam. Menurut Darwin, di alam terjadi perkelahian tanpa mengenal belas kasih demi mempertahankan hidup, ini adalah sebuah pertikaian abadi. Yang kuat selalu mengalahkan yang lemah, dan ini mendorong terjadinya perkembangan. Judul tambahan buku The Origin of Species merangkum pandangan ini. "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life" ("Asal-Usul Spesies melalui Seleksi Alam atau Pelestarian Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan untuk Mempertahankan Hidup.")

Yang mengilhami Darwin tentang hal ini adalah buku karya ekonom Inggris, Thomas Malthus: An Essay on The Principle of Population. Buku ini memperkirakan masa depan yang cukup suram bagi umat manusia. Menurut perhitungan Malthus, jika dibiarkan, populasi manusia akan meningkat dengan sangat cepat. Jumlahnya akan berlipat dua setiap 25 tahun. Namun, persediaan makanan tidak akan bertambah pada laju yang sama. Dalam keadaan ini, manusia menghadapi bahaya kelaparan yang tiada henti. Yang mampu menekan jumlah populasi ini adalah bencana, seperti perang, kelaparan, dan penyakit. Singkatnya, agar sebagian orang tetap bertahan hidup, maka sebagian yang lain perlu mati. Kelangsungan hidup berarti "perang tanpa henti".

b. b. BAHAYA ALIRAN DARWINISME BAGI KEGIDUPAN MANUSIA DAN NEGARA

Bahaya darwinisme amat sangat terasa pada abad ke-20 dimana banyak terjadi peperangan dan pertikaian yang membawa bencana, penderitaan, pembantaian, kemiskinan, dan kerusakan dahsyat. Jutaan orang terbunuh, terbantai, mati kelaparan, terlantar tanpa rumah, tempat bernaung, perlindungan ataupun uluran tangan. Dan semua ini terjadi tanpa tujuan apapun selain demi membela ideologi-ideologi menyimpang. Jutaan orang diperlakuan secara tidak manusiawi yang bahkan binatangpun tidak pantas mendapatkannya. Hampir di setiap waktu dan tempat muncul para penguasa kejam dan diktator yang bertanggung jawab atas segala penderitaan dan bencana ini. Mereka adalah Stalin, Lenin, Trotsky, Mao, Pol Pot, Hitler, Mussolini, Franco. Sebagian orang-orang ini berideologi sama, sedangkan sebagian lain adalah musuh bebuyutan bagi yang lain. Hanya karena alasan sederhana seperti pertentangan ideologis, mereka menyeret masyarakat ke jurang pertikaian, menjadikan sesama saudara saling bermusuhan, memicu peperangan di antara mereka, melempar bom, membakar dan merusak mobil, rumah, dan pertokoan, serta menggerakkan demonstrasi yang penuh kekerasan. Mereka mempersenjatai orang-orang yang kemudian menggunakannya tanpa belas kasihan untuk memukul pemuda, orang tua, pria, wanita, dan anak-anak hingga mati, atau memaksa orang berdiri menghadap tembok dan menembaknya. Mereka begitu bengis hingga tega mengarahkan senjata ke kepala orang lain dan, dengan menatap matanya, membunuhnya, lalu menginjak kepalanya dengan kaki mereka, hanya karena orang tersebut mendukung paham lain. Mereka mengusir orang-orang dari rumahnya, tidak peduli apakah mereka wanita, anak-anak atau orang tua.

Fasisme dan komunisme adalah dua ideologi utama yang telah menyebabkan umat manusia merasakan berbagai penderitaan di masa kegelapan tersebut. ideologi-ideologi fasisme dan komunisme ternyata memiliki sumber ideologi yang sama (ideologi induk). Ideologi ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya, senantiasa berada di balik layar hingga saat ini. Dan senantiasa terlihat bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Sumber ideologi ini adalah Filsafat materialistik dan Darwinisme, bentuk penerapan filsafat materialisme pada alam.

Oleh karena sejumlah pernyataan-pernyataan khusus Darwinisme mendukung sejumlah aliran pemikiran yang di masa itu sedang tumbuh dan berkembang, Darwinisme mendapat dukungan luas dari kalangan ini. Orang-orang berusaha menerapkan keyakinan bahwa terdapat “peperangan (perjuangan) untuk mempertahankan hidup” pada mahluk hidup di alam. Oleh sebab itu, ide bahwa “yang kuat tetap hidup dan yang lemah akan musnah” mulai diterapkan juga pada manusia dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat.

Justifikasi ilmiah Darwinisme inilah yang kemudian digunakan oleh :

a. Hitler untuk membangun ras super

b. Karl marx untuk mengatakan bahwa “sejarah manusia adalah sejarah peperangan antar kelas masyarakat”

c. Kaum kapitalis yang percaya bahwa “yang kuat tumbuh menjadi semakin kuat dengan mengorbankan yang lemah”.

d. Bangsa colonial untuk menjajah dunia ketiga dan perlakuan biadab mereka.

e. Tindakan rasisme dan diskriminasi.

Rasisme Darwin dan Kolonialisme yang membahayakan negara-negara lemah.

Teman dekat Darwin, Profesor Adam Sedgwick adalah satu di antara sekian banyak orang yang melihat bahaya yang akan ditimbulkan oleh teori evolusi di masa mendatang. Setelah membaca dan memahami buku Darwin The Origin of Species, ia menyatakan bahwa “Jika buku ini diterima masyarakat luas, [maka buku] ini akan memunculkan kebiadaban ras manusia yang belum pernah tersaksikan sebelumnya”

Darwin mengklaim bahwa ”fight for survival (perjuangan untuk mempertahankan
hidup)”
juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras pilihan” muncul sebagai pemenang dalam peperangan ini. Menurut Darwin ras pilihan adalah bangsa kulit putih Eropa. Sedangkan ras-ras
Asia dan Afrika, mereka telah kalah dalam peperangan mempertahankan hidup.

Kolonialisme erat kaitannya dengan Darwinisme; dan negara yang sangat diuntungkan oleh pandangan rasis Darwin adalah negeri Darwin sendiri: Inggris. Di masa ketika Darwin mengemukakan teorinya, Inggris sedang mendirikan imperium kolonial nomor satu di dunia. Semua sumber daya alam di negeri-negeri yang dijajahnya dari India hingga Amerika Latin dirampok oleh imperium Inggris. Sudah barang tentu negeri-negeri penjajah tersebut tidak ingin dituliskan dalam sejarah sebagai negeri perampok dan untuk menutupi kebiadaban ini mereka mencari alasan pembenaran tindakan tersebut. Salah satunya adalah dengan menganggap bangsa jajahan sebagai “orang primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan pandangan ini mereka dibantai dan disiksa secara biadab karena bukanlah manusia, akan tetapi makhluk separuh manusia separuh binatang, dan tindakan penjajah tersebut tidak bisa dikatagorikan sebagai kriminal.

Aliansi Fasisme dan Darwinisme

Nazisme lahir di tengah-tengah kekacauan di Jerman yang kalah dalam perang dunia I. Pemimpin partai Nazi adalah seorang agresif yang sangat benci agama-agama samawi bernama Adolf Hitler. Rasisme adalah cara pandang Hitler, dan ia percaya bahwa ras Arya, komponen utama bangsa Jerman, lebih tinggi disbanding ras-ras lain dan wajib memimpin mereka. Ia memimpikan bangsa Arya akan membangun imperium yang akan bertahan selama 1000 tahun.

Landasan berpijak ilmiah teori rasis Hitler adalah teori evolusi Darwin. Tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran Hitler adalah seorang sejarawan rasis Jerman Heinrich von Treitschke, sosok yang sangat terpengaruhi oleh teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia berpendapat, “Bangsa-bangsa hanya akan maju melalui kompetisi sengit sebagaimana [pendapat] Darwin [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup,” dan menyatakan bahwa ini berarti peperangan panjang yang tak terelakkan. Ia berpandangan bahwa, “Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan.” Ia berpandangan bahwa: “Ras-ras kuning tidak memahami seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani [bangsa kulit] putih dan sebagai sasaran kebencian [orang] kulit putih untuk selama-lamanya”

Sekutu Hitler di Eropa adalah Mussolini (Italia) dan Franco (Spanyol). Mussolini adalah Darwinis tulen yang menjadikan kapak sebagai simbol Fasisme dan Partai Fasis, sebab kapak adalah symbol peperangan, kekerasan, kematian dan pembantaian. Pada tahun 1935 ia menjajah Ethiopia dan berhasil memusnahkan 15000 orang hingga tahun 1941. Selain mendukung dan membenarkan pendudukannya atas Ethiopia dengan pendapat Darwin yang rasialis, Mussolini berpendapat bahwa Ethiopia adalah bangsa inferior (kelas rendah) sebab mereka adalah ras hitam; dan diperintah oleh ras superior seperti bangsa Italia merupakan sebuah kehormatan bagi bangsa Ethiopia. Libia pun tidak lepas dari kolonialisme Mussolini, dimana sekitar 1.5 juta kaum Muslimin terbunuh.

Dengan demikian, jelas bahwa aliran darwinesme yang diusung oleh Charles Darwin merupakan suatu aliran yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia maupun negara, berdasarkan uraian diatas terbukti aliran darwinisme telah menimbulkan banyak kerusakan, kesengsaraan, penjajahan dan pembunuhan. Sehingga perlu adanya pengawasan dan tindakan tegas terhadap isu-isu berkembangnya kembali paham aliran darwinisme dimanapun mereka berada, demi kelangsungan hidup manusia dan negara.

Daftar Pustaka :

· www.harunyahya.com/indo

· The Legend Journey, Memoir and inside » Blog Archive » Akibat Darwinisme.htm

7. 6. Sebutkan karakter bangsa yang tidak mendukung terhadap pembangunan bangsa ?

Menurut Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban” mennyebutkan 12 ciri manusia Indonesia sebagai karakter bangsa. Adapun karakter bangsa yang tidak mendukung terhadap pembangunan, antara lain:

a. a) Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. ((halaman 26))

“Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya.

b. b). Berjiwa feodal ((halaman 28)).

Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.

c. c). Watak yang lemah ((halaman 39))

Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

d. d). Tidak hemat, dia bukan “economic animal” ((halaman 41)).

Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.

e e). Lebih suka tidak bekerja keras ((halaman 41)), kecuali kalau terpaksa.

Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya.

f). Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia.

g). Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok ((halaman 43)). Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus.

Tidak ada komentar: