Minggu, 04 Januari 2009

Survey Ganjar Bab 1 Bab 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Survei dan Pemetaan khususnya Bapak dosen: Drs.,Jupri, MT., serta segenap team dosen mata kuliah Survei dan Pemetaan.

Makalah ini membahas tentang identifikasi mengenai perubahan landskap lahan dan lingkungan akibat aktivitas manusia ataupun alam lahan.terdapat di kecamatan ngamprah, Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan anda semua.

Demikianlah, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca sekalian. kami juga menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik yang sifat nya membangun akan kami terima dengan senang hati.

Akhirrul kallam, atas segala perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wasslamualaikum Wr.Wb

Bandung, Maret 2009

Tim Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Survey dan Pemetaan

Aktivitas manusia tidak hanya tergantung dan dipengaruhi oleh lingkungan alam, namun juga dapat mempengaruhi dan menyebabkan modifikasi lingkungan alam, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam survey dan pemetaan, yang dimaksud dengan modifikasi sebagai akibat aktivitas manusia bukanlah perubahan suhu atau punahnya spesies flora-fauna tertentu (lihat Bradsaw dan Weaver 1993: 488-489), melainkan semua perubahan bentuk relief bumi atau permukaan tanah, baik sebagai akibat adanya konstruksi maupun adanya gejala atau kenampakan fisik lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, gejala atau kenampakan akibat aktivitas manusia tersebut kadang-kadang tidak disadari kehadirannya, Dalam survey dan pemetaan, kondisi inilah yang menjadi tinjauan dan perhatian khusus mengenai perubahan landskap lahan dan lingkungan dengan akibat aktivitas manusia ataupun alam

Survey dan pemetaan adalah bagian dari suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi berdasarkan hasil perekaman atau pencatatan data yang ada di lapangan. Survai atau dalam bahasa Inggris “surveyadalah salah satu bentuk atau jenis penelitian yang banyak dikenal dan disebut-sebut. Namun demikian seringkali kita salah-kaprah dalam menggunakan istilah tersebut. To survey adalah bertanya pada seseorang dan lalu jawabannya direkam (Cooper dan Emory, 1995) Survey adalah satu bentuk teknik penelitian di mana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan; satu cara mengumpulkan data melalui komunikasi dengan individu-individu dalam suatu sampel (Zikmund,1997) Survey adalah metoda pengumpulan data melalui instrumen yang bisa merekam tangapan-tanggapan responden dalam sebuah sampel penelitian (Nan Lin1976)

Walau pada umumnya orang bisa saling mempertukarkan istilah “survey” dengan “daftar pertanyaan” , namun istilah survey digunakan sebagai kategori umum untuk penelitian yang menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai metodenya (Gay dan Diehl, 1992). Survai merupakan satu metode penelitian yang teknik pengambilan datanya dilakukan melalui pertanyaan - tertulis atau lisan (Bailey, 1982) .

Dari berbagai tulisan yang disusun oleh pakar tersebut maka dapat dimaknakan bahwa survai boleh disebut sebagai satu bentuk penelitian yang respondennya adalah manusia; dan untuk bisa memperoleh informasi daripadanya maka perlu disusun satu instrumen penelitian yaitu kuesioner (daftar pertanyaan) dan atau pedoman wawancara (interview guide). Dengan demikian penggunaan istilah survai tidak tepat jika pada waktu mencari data, peneliti tidak bertanya (secara tertulis maupun lisan) kepada responden. Oleh karena itu dalam beberapa buku tentang metode penelitian, survai dibahas dalam topik teknik pengumpulan data, karena titik tekan kata “surveyadalah pada cara perolehan data.

Dalam sejarahnya kegiatan survey dan pemetaan berkembang setelah kemerdekaan RI, dilaksanakan atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 1951, tentang Pembentukan Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Selanjutnya kegiatan survey dan pemetaan dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden Nomor 263 tanggal 7 September 1965 tentang Pembentukan Dewan Survey dan Pemetaan Nasional (DESURTANAL) serta Komando Survey dan Pemetaan Nasional (KOSURTANAL) sebagai pelaksana. Dalam tugas DESURTANAL tersebut secara jelas dicantumkan kaitan antara pemetaan dengan inventerisasi sumber-sumber alam, dalam rangka menunjang Pembangunan Nasional. Lingkup tugas KOSURTANAL tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan Departemen-Departemen yang memerlukan peta ,melainkan juga mencakup fungsi pengelolaan bagi pemetaan.

Semetara itu upaya untuk meyusun atlas nasional yang dilaksanakan oleh Panitia Atlas Nasional dilembagakan dalam Badan Atlas Nasional dengan Keputusan Presidium Kabinet Kerja No : Aa/D/37/1964. Berkenaan dengan meletusnya pemberontakan G 30 S / PKI serta penumpasannya, disusul dengan konsolidasi keadaan yang memerlukan pemusatan segenap perhatian pemerintah yang menyerap segenap dana yang tersedia, maka tidak dapat disediakan secara memadai anggaran untuk pemetaan sistematis, baik dari sumber Angkatan Bersenjata maupun dari sumber nasional lainnya.Pada periode pemerintahan Orde Baru dengan program pembangunan yang dituangkan dalam PELITA, dirasakan kebutuhan data dasar perpetaan makin mendesak. Dan pada saat ini survey dan pemetaan berkembang di bawah BAKOSURTANAL

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam Praktikum Lapngan Survey dan Pemetaan ini kami menidentifikasi masalah masalah yang ada di wilayah Kecamatan Ngamprah Adapun Identifikasi masalah yang kami tinjau yakni sebagai berikut ;

a. Untuk mengetahui dan mengindentifikasi areal dan luas penggunaan lahan yang ada di kawasan desa Ngamprah

b. Untuk mengetahui dan mengindentifikasi potensi sumber daya yang ada di kawasan desa Ngamprah

c. Untuk mengetahui dan mengindentifikasi kondisi fisik dan social yang ada di kawasan desa Ngamprah

1.3. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang diajukan dalam praktikum geomorfologi terapan yakni sebagai berikut :

a) Bagaimana potensi potensi sumber daya alam yang ada di sekitar Desa Ngamprah

b) Bagaimana situasi kondisi fisik dan social ada di sekitar Desa Ngamprah

c) Bagaimana areal dan luas penggunaan lahan yang terdapat di Desa Ngamprah

1.4. Tujuan dan Manfaat

Adapun hasil penelitian Praktek mata Kuliah Geomorfologi Terapan diharapkan bermanfaat dan mempunyai tujuan tujuan sebagai berikut

  1. Manfaat

Sedangkan secara praktis hasil analisis ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut:

· Mahasiswa dapat menguasai dan mengetahui kaidah-kaidah teknologi praktek Survey dan pemetaan dalam peningkatan pengetahuan medan , penanganan alat dan metode pengukuran tanah., di wilayah penelitian

· Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dan menerapkan ilmu tersebut di lapangan

· Mahasiswa dapat mengetahui sumber daya dan potensi yang dimiliki di kawasan daerah penelitian

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Survey dan Pemetaan

Seperti yang dibahas dalam pendahuluan Survey dan pemetaan adalah bagian dari suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi berdasarkan hasil perekaman atau pencatatan data yang ada di lapangan. Survai atau dalam bahasa Inggris “surveyadalah salah satu bentuk atau jenis penelitian yang banyak dikenal dan disebut-sebut. Namun demikian seringkali kita salah-kaprah dalam menggunakan istilah tersebut. To survey adalah bertanya pada seseorang dan lalu jawabannya direkam (Cooper dan Emory, 1995) Survey adalah satu bentuk teknik penelitian di mana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan; satu cara mengumpulkan data melalui komunikasi dengan individu-individu dalam suatu sampel (Zikmund,1997) Survey adalah metoda pengumpulan data melalui instrumen yang bisa merekam tangapan-tanggapan responden dalam sebuah sampel penelitian (Nan Lin1976)

Dari berbagai tulisan yang disusun oleh pakar tersebut maka dapat dimaknakan bahwa survai boleh disebut sebagai satu bentuk penelitian yang respondennya adalah manusia; dan untuk bisa memperoleh informasi daripadanya maka perlu disusun satu instrumen penelitian yaitu kuesioner (daftar pertanyaan) dan atau pedoman wawancara (interview guide). Dengan demikian penggunaan istilah survai tidak tepat jika pada waktu mencari data, peneliti tidak bertanya (secara tertulis maupun lisan) kepada responden. Oleh karena itu dalam beberapa buku tentang metode penelitian, survai dibahas dalam topik teknik pengumpulan data, karena titik tekan kata “survey” adalah pada cara perolehan data.

2.2. Ciri-ciri Survai

Di bawah ini disajikan beberapa karakteristik penelitian yang bentuknya survai . (Nan Lin, 1976).

  1. Pertama : Melibatkan sampel yang mampu mewakili populasi. Jadi teknik pengambilan sampelnya harus sampling probabilistic (sampel acak). Survai yang dilakukan terhadap populasi dinamakan sensus.
  2. Kedua : Informasi yang dikumpulkan berasal langsung dari responden. Responden dapat menyatakan langsung pandangannya berdasarkan pertanyaan tertulis yang diberikan kepadanya (kuesioner), atau juga berdasarkan pertanyaan lisan (wawancara).
  3. Ketiga : Karena sampel harus representatif (mewakili populasi), maka ukuran sampelnya relatif banyak (sebanding dengan populasi), dibandingkan dengan metode lainnya.
  4. Keempat : Penarikan data dilakukan dalam tatanan yang natural, apa adanya, sesuai dengan kondisi sebenarnya. Responden harus tidak boleh mengemukakan tanggapannya dalam lingkungan asing yang tidak nyaman, atau akrab dengan dirinya. Misalnya, kuesioner diisi di ruang khusus. Biasanya peneliti datang ke tempat kerja atau ke rumah responden.

Karena karakterisik yang demikian tadi, di mana melalui survai memungkinkan peneliti melingkup wilayah yang lebih luas, maka banyak penelitian sosial menggunakan metode ini. Pada dasarnya ada dua bentuk penelitian survai yaitu survai dengan cara wawancara, dan survai dengan cara memberikan daftar pertanyaan (kuesioner).

2.2. Peta dan Pemetaan

Peta dan pemetaan adalah alat kekuasaan dan penguasaan. Peta dan pemetaan adalah satu alat yang telah mengalami sejarah perjalanan panjang sejak berabad-abad lalu. Peta telah ada dan digunakan sebelum Columbus menemukan benua Amerika, peta telah dibuat jauh sebelum sistem koordinat lat-long dan UTM dideklarasikan, bahkan peta telah ada sebelum konflik agraria muncul kepermukaan.

Tentu saja secara metode dan teknologi, pemetaan selalu berubah dan berkembang ke tingkat yang lebih baik, lebih mudah dan lebih sederhana. Dengan segala hal yang melatarbelakangi terkait pemetaan, pada tahun 1992 Indonesia diperkenalkan dengan salah satu metode pembuatan peta, yaitu pemetaan partisipatif. Peta dan pemetaan adalah alat yang hampir bisa diterima di semua tempat dan oleh semua pihak, kecuali dengan kepentingan yang berbeda. Satu metode yang dulunya membutuhkan alat dan metode yang mahal, memiliki kerumitan tertentu dalam pembuatannya, memang menjadi mustahil untuk dilakukan oleh masyarakat awam, terlebih untuk menyukainya. Tetapi tidak untuk pemetaan partisipatif. Karena pemetaan partisipatif menggunakan metode sederhana, mudah dan relatif murah, terlebih penekanan tema peta yang mengangkat kondisi dan untuk kepentingan masyarakat di tingkat lokal. Dengan metode pemetaan partisipatif sangat memungkinkan bagi masyarakat untuk membuat peta tentang ruang kehidupannya sendiri. Satu metode sederhana yang menggali dan mengungkap kondisi faktual secara social ekonomi maupun secara kondisi fisik geografis di suatu wilayah yang dilakukan di beberapa tempat yang telah melakukan pemetaan, dapat dilihat bagaimana peta dijadikan sebagai alat dialog untuk mendapatkan dan mempertahankan tanah garapan masyarakat serta sebagai alat untuk menata dan mengatur ruang hidup untuk perbaikan ekonomi. Di sisi lain dengan proses pemetaan, memungkinkan untuk penyelesaian konflik tata batas antar masyarakat, sebagai alat pendidikan, disamping memberikan rasa aman dan percaya diri bagi masyarakat.

Walaupun harus diakui, metode pemetaan partisipatif adalah satu alat yang mensyaratkan suatu masyarakat yang terorganisir secara spirit maupun persepsi. Sehingga harus ditunjang oleh proses-proses penguatan yang lain yang bukan hanya sekedar menggambar peta wilayah. Secara teknis, pemetaan partisipatif menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dipelajari sehingga memungkinkan untuk bisa dilakukan oleh masyarakat awam. Dari beberapa proses pelatihan yang dilakukan di daerah-daerah lokasi pemetaan, telah teridentifikasi beberapa fasilitator yang terlibat secara teknis dari survey data lapangan hingga penggambaran peta

2.2. Pengenalan Jenis-jenis Peta

Peta dapat diklasifikasikan menurut jenis, skala, fungsi, dan macam persoalan (maksud dan tujuan). Ditinjau dari jenisnya peta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu peta foto dan peta garis.

Peta foto adalah peta yang dihasilkan dari mosaik foto udara / ortofoto yang dilengkapi garis kontur, nama, dan legenda (Prihandito 1989: 3). Peta ini meliputi peta foto yang sudah direktifikasi dan peta ortofoto.

Adapun peta garis adalah peta yang menyajikan detil alam dan buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan (Prihandito 1989: 3). Peta ini terdiri atas peta topografi dan peta tematik. Ditinjau dari skalanya, peta dapat dibedakan menjadi peta skala besar (1:50.000 atau lebih kecil, misalnya 1:25.000) dan peta skala kecil (1:500.000 atau lebih besar). Adapun menurut klasifikasi berdasarkan fungsi, terdapat tiga macam peta, yaitu:

  1. Peta umum, yang antara lain memuat jalan, bangunan, batas wilayah, garis pantai, dan elevasi. Peta umum skala besar dikenal sebagai peta topografi, sedangkan yang berskala kecil berupa atlas;
  2. Peta tematik, yang menunjukkan hubungan ruang dalam bentuk atribut tunggal atau hubungan atribut; dan
  3. Peta Kart, yang didesain untuk keperluan navigasi, nautical dan aeronautical (Prihandito 1989: 3-4

Adapun peta yang dapat diklasifikasikan menurut macam persoalan (maksud dan tujuan), antara lain meliputi: peta kadaster, peta geologi, peta tanah, peta ekonomi, peta kependudukan, peta iklim, dan peta tata guna tanah (Prihandito 1989: 4). Di antara macam-macam peta peta tersebut, yang sering digunakan dalam survei pemetaan adalah peta topografi. Peta topografi adalah peta yang menampilkan, semua unsur yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia, sehingga disebut juga peta umum. Unsur alam antara lain meliputi: relief muka bumi, unsur hidrografi (sungai, danau, bentuk garis pantai), tanaman, permukaan es, salju, dan pasir (Prihandito 1989: 23; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).

Adapun unsur buatan manusia di antaranya adalah: sarana perhubungan (jalan, rel kereta api, jembatan, terowongan, kanal), konstruksi (gedung, bendungan, jalur pipa, jaringan listrik), daerah khusus (daerah yang ditanami tumbuhan, taman, makam, permukiman, lapangan olah raga), dan batas administratif (Prihandito 1989: 22; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).. Selain menyajikan data keruangan, peta topografi juga memuat data non-keruangan, antara lain grid, graticul (garis lintang dan bujur), arah utara, skala, dan legenda (keterangan mengenai simbol-simbol yang digunakan pada peta) (Prihandito 1989: 117-120; Hascaryo danSonjaya 2000: 10; )

2.2. Beberapa Teknik Pemetaan dalam Survey

Dalam kegiatan penelitian Survey dan Pemetaan tidak terlepas dari perekaman objek atau wilayah , perekaman objek atau wilayah yang disurvei dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik survei, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit. Diantara teknik-teknik tersebut menggunakan peralatan pokok yang berbeda-beda, dan pemilihan masing-masing teknik tergantung pada sifat dan ukuran situs yang perlu dipetakan, meliputi:

  1. Chain survey

Alat yang diperlukan dalam teknik ini adalah: kompas, 2 buah rol meter (biasanya 20- 50 meter), beberapa tongkat setinggi 2 meter yang salah satu ujungnya runcing, sejumlah patok, buku catatan, dan pensil. Teknik survei ini mencakup dua metode dasar, yaitu offset survey dari sebuah garis dasar (baseline) dan compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang sama. Bila tingkat akurasi yang diharapkan tidak terlalu tinggi, kedua metode tersebut berguna untuk membuat peta situs secara cepat.

  1. Compass Traversing

Traversing adalah suatu istilah yang dipakai dalam pengukuran panjang dan arah garis-garis lurus yang saling berhubungan (Joukowsky 1980: 93). Teknik ini dipakai bila situs yang disurvei luas dengan hanya sedikit hambatan, atau bila situs tersebut perlu ditempatkan pada konteks yang lebih luas, misalnya hubungan antara daerah tersebut dengan suatu bangunan yang masih utuh (Joukowsky 1980: 94; Farrington 1997). Pada prinsipnya, survei dengan teknik ini dimulai dan berakhir pada stasiun yang sama.

  1. Theodolite Survey

Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997). Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations (Farrington 1997).

Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997).

  1. Penggambaran

Gambar merupakan alat penting dalam mengidentifikasi lanskap. Informasi yang sudah disampaikan secara verbal akan lebih mudah dimengerti melalui gambar (lihat Kabaila 1997). Beberapa aspek Identifikasi Lansekap yang dapat dikomunikasikan melalui gambar antara lain adalah:

a. Kondisi objek survei dan konteksnya

b. Hierarki ruang dan hubungannya

c. Hubungan secara keruangan antar objek yang saling berasosiasi

Struktur Gambar dapat dibuat langsung dengan tangan. Pada umumnya gambar yang memadai untuk ditampilkan dalam laporan tidak dibuat selama survei permukaan berlangsung. Pada saat itu yang dapat dibuat adalah gambar sket dengan catatan-catatan mengenai ukuran dan keterangan-keterangan lain (. Gambar dapat dibuat dengan alat dan teknik yang sederhana hingga yang canggih, yaitu dengan bantuan komputer. Namun yang penting di sini, gambar perlu dibuat dengan jelas dan tidak rumit (penuh arsiran), agar memperjelas penyampaian informasi. Gambar yang sederhana tetapi jelas dan berskala lebih tepat untuk kepentingan Arkeologi Lansekap. Sebagai komponen penting dalam perekaman situs, gambar yang dibuat untuk melengkapi sebuah laporan survei situs tipe A dapat berupa gambar denah situs, gambar kontur situs, dan gambar artefak yang penting, yang ditemukan di situs tersebut. Gambar-gambar tersebut, khususnya gambar denah situs dan gambar kontur situs dibuat berskala, atas dasar hasil pengukuran melalui suatu teknik survei

  1. Pemotretan

Foto merupakan alat perekam atau pembantu ingatan mengenai bentuk objek dan situasi di sekitarnya. Foto sangat membantu dalam proses penggambaran, analisis data dan interpretasi. Oleh karena itu, dalam pembuatan foto arkeologis penempatan skala yang besarnya disesuaikan dengan besar objek akan membantu membuat perkiraan mengenai ukurannya, terlebih lagi bila ada bagian yang lupa diukur.

2.6. Pengertian Umum Bentang lahan dan Lansekap

2.6.1. Pengertian Umum Bentang lahan

Istilah bentanglahan, alam, dan lingkungan, secara umum memiliki makna yang sama.Perbedaannya terletak pada aspek interpretasinya. Bentanglahan merupakan landasan dasar lingkungan manusia)

Arti Luas: Permukaan bumi dengan segaja gejalanya, mencakup bentuk-bentuk lahan, vegetasi, dan atribut (sifat) pengaruh manusia, yang secara kolektif ditunjukkan melalui fisiografi.

Arti Sempit: Wilayah, atau suatu luasan di permukaan bumi dengan delineasi (batas-batas) tertentu, yang ditunjukkan melalui suatu geotop atau kelompok geotop. (Geotop: bagian geosfera yang relatif homogen dari segi bentuk dan prosesnya). Delineasi bentanglahan merupakan tahapan paling dasar dalam visualisasi suatu bentanglahan sebagai satuan (unit) wilayah.

a. Visualisasi Bentanglahan

ü Karakteristik alami dan non-alami dari ruang di permukaan maupun dekat permukaan bumi, yang bersifat dinamis.

ü Hasil suatu perubahan berkesinambungan dari interaksi dinamis antar sfera (Bentanglahan merupakan ekspresi hubungan erat antar sfera).

  1. Unit Bentanglahan

(L, T, V, M) yang memiliki symbol dan makna yakni mewakili (Landform, Tanah, Vegetasi, Manusia) sedangkan untuk Unit Bentuk Lahan (Landform) (R, P, S, B, W memiliki symbol dan makna yakni mewakili (Relief/topografi, Proses, Struktur, Batuan, Waktu). Penekanan Analisis Bentanglahan itu sendiri lebih terfokus mengenai analisis Bentanglahan untuk manusia dan Pengaruh negatif dan positif manusia terhadap bentanglahan

. 2.6.1. Pengertian Umum Bentang lahan

Jenis-Jenis Landscape menurut (H.R. Bintarto) terbagi menjadi beberapa macam klasifikasi, yakni:

1) Natural Landscape (NL)

Bentangalam alami, merupakan fenomena/perwujudan di muka bumi. Misal: gunung, laut.

2) Physical Landscape (PL)

Bentangalam alami yang masih didominasi unsur-unsur alam, yang diselangseling dengan kenampakan budaya. Misal: jembatan, jalan.

3) Sosial Landscape (SL)

Bentangalam dengan kenampakan fisik dan sosial yang bervariasi karena adanya heterogenitas adaptasi dan persebaran penduduk terhadap lingkungannya. Misal: kota dan desa dengan berbagai fasilitas individual maupun publiknya.

4) Economical Landscape (EL)

Bentangalam yang didominasi oleh bangunan beragam yang berorientasi ekonomis. Misal: daerah industri, daerah perdagangan, daerah perkotaan, daerah perkebunan, dll.

5) Cultural Landscape (CL)

Bangunan/unsur budaya dengan natural feature sebagai latar belakangnya. Misal: daerah pemukiman dengan kelengkapan sawah, kebun, pekarangan.